Oleh : Dika Samba )*
Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menghancurkan persatuan dan kesatuan masyarakat, kelompok ini ingin membebaskan wilayahnya yang dengan jelas-jelas Papua adalah bagian dari integral NKRI. Salah satu tindakan OPM ini yang sampai saat ini masih berlangsung adalah penyanderaan Pilot Susi Air.
Sejak insiden tersebut terjadi, aparat keamanan Indonesia, yang terdiri dari TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Kepolisian Republik Indonesia), terus berusaha untuk membebaskan pilot tersebut. Upaya ini melibatkan berbagai strategi, mulai dari operasi militer hingga negosiasi damai.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengatakan bahwa TNI tidak pernah menyerah untuk berusaha membebaskan Philips Mark Mehrtens, pilot berkebangsaan Selandia Baru yang disandera oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua sejak Februari 2023. Pembebasan pilot Philips tidak dapat dalam waktu singkat karena ada berbagai macam faktor yang dipertimbangkan, termasuk salah satunya kondisi lapangan di Papua.
Juru Bicara OPM Sebby Sambom menyebutkan bahwa OPM akan membebaskan Philips dalam proses negosiasi yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dikatakan pula bahwa Philips akan dibebaskan jika pemerintah RI dan pemerintah Selandia Baru menuruti tuntutan OPM.
Operasi militer merupakan salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menghadapi situasi ini. Pasukan gabungan dari TNI dan Polri dikerahkan ke wilayah tersebut untuk melakukan penyisiran dan pencarian terhadap kelompok yang diduga menahan pilot Susi Air. Operasi ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian mengingat kondisi geografis Papua yang sulit dan kehadiran penduduk sipil di sekitar area konflik.
Di samping operasi militer, upaya negosiasi juga dilakukan sebagai alternatif untuk menyelamatkan pilot. Pemerintah Indonesia melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pemimpin agama setempat, untuk mencoba membuka jalur komunikasi dengan kelompok separatis. Tujuannya adalah untuk mencapai solusi damai yang bisa mengakhiri situasi penyanderaan tanpa pertumpahan darah.
Insiden ini juga menarik perhatian internasional. Beberapa negara dan organisasi internasional menawarkan bantuan untuk mediasi dan dukungan logistik dalam upaya penyelamatan. Pemerintah Indonesia menyambut baik dukungan ini, namun tetap menekankan bahwa kedaulatan dan keamanan nasional menjadi prioritas utama.
Pemerintah RI telah menempuh berbagai jalan untuk membebaskan Philips, sebagian besar menggunakan pendekatan humanis. Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin dan Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon di Selandia Baru pada 27 Februari 2024, keduanya sepakat pembebasan Philips harus menggunakan pendekatan yang persuasif.
Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengupayakan pembebasan pilot tersebut secepatnya. Prioritas utama dalam upaya tersebut adalah keselamatan kapten Philip Mehrtens. Pendekatan persuasif yang dilakukan Indonesia, salah satunya melibatkan tokoh-tokoh dari gereja di wilayah Papua.
Masyarakat lokal di sekitar wilayah konflik juga merasakan dampak dari insiden ini. Operasi militer dan ketegangan yang terjadi mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk menghindari bentrokan. Selain itu, aktivitas ekonomi lokal juga terganggu akibat ketidakstabilan keamanan di wilayah tersebut.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengatakan pembebasan pilot Susi Air tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat karena terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan, salah satunya kondisi di lapangan. Pihaknya terus melakukan negosiasi kepada OPM.
Papua dikenal dengan medan yang sangat sulit. Hutan lebat, pegunungan tinggi, dan sungai-sungai besar menjadi tantangan utama bagi aparat keamanan dalam melakukan operasi penyelamatan. Selain itu, kondisi cuaca yang sering tidak menentu menambah kesulitan dalam pergerakan dan logistik.
Insiden penyanderaan ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani konflik di Papua. Selain upaya militer dan negosiasi, pemerintah juga perlu memperhatikan akar permasalahan yang memicu ketegangan di wilayah tersebut. Peningkatan kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur menjadi kunci untuk menciptakan stabilitas jangka panjang.
Pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan di Papua menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Dengan adanya infrastruktur yang memadai, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan bisa ditingkatkan, sehingga kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi ketidakpuasan yang sering menjadi pemicu konflik.
Dialog yang melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah, kelompok separatis, dan masyarakat sipil, sangat penting untuk mencapai rekonsiliasi. Pendekatan yang inklusif dan partisipatif dapat membantu menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat. Dengan adanya dialog, diharapkan konflik bisa diselesaikan secara damai dan situasi penyanderaan seperti ini tidak akan terulang lagi di masa depan.
Upaya pembebasan pilot Susi Air yang disandera di Papua merupakan tantangan besar bagi aparat keamanan Indonesia. Medan yang sulit, strategi gerilya kelompok separatis, dan kebutuhan akan solusi damai menjadi faktor-faktor yang membuat operasi ini sangat kompleks. Namun, dengan kombinasi operasi militer, negosiasi, dukungan internasional, dan upaya pembangunan yang komprehensif, diharapkan pilot tersebut bisa dibebaskan dan stabilitas di Papua bisa kembali terjaga. Pemerintah Indonesia perlu terus berupaya untuk mencari solusi jangka panjang yang dapat membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua.
)* Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta