Oleh : Nana Gunawan )*
Konsep blue economy atau ekonomi biru memiliki empat prinsip pemanfaatan yaitu efisiensi sumber daya, inklusi sosial, pemerataan sosial dan kesempatan kerja bagi orang miskin, serta inovasi dan adaptasi efek ekonomi pengganda. Dalam prosesnya, seluruh komponen tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar tidak ada bagian yang terbuang atau mencapai zero waste, dengan begitu ekonomi bisa dikatakan dapat meningkatkan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ekonomi biru itu sendiri merupakan pendekatan inovatif untuk memanfaatkan sumber daya laut berkelanjutan demi mendukung pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor ekonomi biru meliputi berbagai sektor penting, diantaranya perikanan, energi terbarukan, pariwisata, transportasi air, pengelolaan libah, dan mitigasi perubahan iklim. Seluruh sektor tersebut memiliki potensi penting sebagai sumber pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan begitu, diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tingkat regional dan nasional, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan devisa negara, dan meningkatkan penerimaan pajak negara.
Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin telah berupaya mendorong pengembangan budi daya perikanan berkelanjutan berbasis ekonomi biru guna mendukung pemenuhan kebutuhan pangan global. KH. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa kawasan Asia-Pasifik memiliki keanekaragaman hayati laut yang berpotensi memenuhi kebutuhan pangan dan menyumbang lima persen dari ekonomi global. Menurutnya, hal tersebut menjadikan kawasan Asia-Pasifik bukan hanya menjadi pasar namun juga produsen perikanan global karena kekayaan laut Indonesia bisa dijadikan sebagai peluang bagi peningkatan perekonomian nasional.
Lebih lanjut, untuk merealisasikan budi daya berkelanjutan berbaasis ekonomi biru tersebut, Ma’ruf Amin mengatakan bahwa harus diikuti dengan inovasi teknologi, penguatan riset dan perekayasaan teknologi, dan pertukaran informasi, serta berbagi hasil penelitian dan inovasi. Pihaknya juga menambahkan bahwa untuk mengoptimalkan potensi ini, perlu adanya penguatan kerja sama antar negara Asia-Pasifik.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa dalam pengembangan perikanan budi daya, pentingnya memperhatikan aspek ekologi agar tidak merusak ekosistem. Selain itu, perlunya mendorong berbagai inovasi teknologi dalam mengembangkan perikanan budi daya tersebut agar mandiri dan berkelanjutan.
Sedangkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya pendekatan ekonomi biru dalam melakukan eksplorasi sumber daya kelautan guna memastikan keberlanjutannya. Menurutnya, lautan bukan hanya sekadar hamparan air yang luas, melainkan adalah sumber kehidupan. Karena tidak hanya mengatur iklim, lautan pun memberikan makanan serta memiliki potensi ekonomi yang sangat banyak.
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa ekonomi biru saat ini sedang difokuskan dalam pemanfaatan sumber daya maritim yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, serta kesehatan ekosistem kelautan. Adapun dalam pendekatan ekonomi biru dikontribusikan oleh pemanfaatan energi baru terbarukan dan pariwisata karena menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, sektor perikanan telah berkontribusi lebih dari 270 miliar dolar AS per-tahun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Apabila hal ini terus dilanjutkan berkelanjutan, maka sektor perikanan memberi ruang yang lebih untuk sumber daya perikanan tangkan di masa depan. Selanjutnya, dalam pengelolaan sampah juga menjadi bagian dalam ekonomi biru yang dapat mengakselerasi peningkatan kesehatan kelautan dengan cara disiplin dari seluruh masyarakat untuk mengelola sampah dan Pemerintah terus mendorong upaya pengolahan sampah menjadi energi atau bentuk lain sehingga sampah yang masuk ke laut bisa berkurang.
Kemudian, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan estimasi jumlah penduduk mencapai 281,6 juta jiwa. Di dalam sumber daya kelautan tersebut diperkirakan mengandung 8.500 keanekaragaman hayati, potensi produksi perikanan berkelanjutan yang mencapai 12 juta ton per-tahun dan adanya potensi produksi perikanan mencapai lebih dari 50 juta ton per-tahun. Hasil capaian tersebut belum termasuk potensi energi baru terbarukan, karbon biru, hingga keberadaan perairan Indonesia untuk perdagangan global, karena diperkirakan sebesar 45 persen perdagangan dunia melalui perairan Indonesia.
Dengan menjadi negara kepulauan yang memiliki garis pantau terpanjang kedua di dunia, menjadikan ekonomi biru sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia. Dalam Peta Jalan Ekonomi Biru, Indonesia berkomitmen meningkatkan kontribusi sektor maritim terhadap PDB Indonesia menjadi 15 persen di tahun 2045. Indonesia juga terus berupaya mengembangkan teknologi transformatif dan praktik berkelanjutan untuk memastikan manfaat ekonomi biru dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Komunitas di pesisir saat ini menghadapi kerentanan yang lebih tinggi terhadap dampak perubahan iklim termasuk naiknya permukaan air laut yang memperkuat urgensi untuk solusi inovatif. Maka dari itulah Pemerintah akan bekerja sama dan membina mitra-mitra terkait untuk mendorong ekonomi biru serta memastikan kemakmuran yang adil dan berkelanjutan. Inovasi-inovasi ekonomi biru pun diutamakan untuk kemakmuran bersama guna memajukan pembangunan ekonomi inklusif.
Blue economy atau ekonomi biru diharapkan dapat memajukan kemakmuran dan kesejahteraan bersama melalui berbagai inovasi, tentunya dengan menekankan tiga aspek utama dalam mencapai tujuan ekonomi biru tersebut yaitu tata kelola nasional dan global, pemahaman dan kesepakatan multipihak terkait program ekonomi biru, serta investasi Pemerintah dan swasta dalam mengembangkan program tersebut. Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak maka Indonesia dapat mewujudkan ekonomi biru berkelanjutan yang memberikan manfaat signifikan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia