Oleh: Kezia Sanggei
Provokasi yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menjadi tantangan serius bagi upaya menjaga keamanan dan mempercepat pembangunan di Papua.
Di tengah upaya pemerintah dan aparat keamanan untuk menciptakan kondisi yang kondusif, TPNPB OPM terus menyebarkan propaganda dan narasi provokatif yang mengganggu stabilitas wilayah dan menghambat kemajuan pembangunan.
Sejak lama, aparat keamanan berjuang keras, mengorbankan nyawa dan tenaga demi menjaga kedamaian di Tanah Papua. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya keras untuk mempercepat pembangunan di wilayah ini, mulai dari infrastruktur hingga pelayanan publik. Namun, semua upaya ini terganggu oleh aksi provokatif TPNPB OPM yang terus menyebarkan isu-isu yang memecah belah, terutama melalui media sosial dan internet.
Salah satu narasi utama yang sering diangkat oleh kelompok separatis ini adalah bahwa Papua bukan bagian dari Indonesia. Narasi ini jelas merupakan provokasi yang bertujuan untuk menggerus kepercayaan masyarakat terhadap integrasi Papua dengan Indonesia.
Padahal, sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969, mayoritas warga Papua telah memilih untuk bergabung dengan Indonesia, dan hasil ini diakui secara internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pemerintah Indonesia, sebagai tindak lanjut dari Pepera, memberikan status otonomi khusus kepada Papua, sebagai bentuk pengakuan terhadap keberagaman budaya dan sejarah wilayah ini. Kebijakan ini telah membawa banyak perubahan positif di Papua, mulai dari peningkatan ekonomi hingga pembangunan infrastruktur. Namun, TPNPB OPM terus merongrong upaya ini dengan aksi kekerasan dan propaganda.
Tokoh-tokoh masyarakat Papua sendiri, termasuk tokoh adat dan agama, dengan tegas menolak keberadaan TPNPB OPM. Mereka menyatakan bahwa kelompok ini hanya membawa ketertinggalan dan ketidakstabilan di wilayah yang mereka sebut sebagai “Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi”.
Yusak Weyo, seorang tokoh masyarakat dari Suku Besar Kopkaka, Kabupaten Yahukimo, adalah salah satu yang menentang keras aksi kekerasan dan propaganda OPM, yang sering kali menyebabkan trauma dan ketakutan di kalangan masyarakat sipil.
Aksi TPNPB OPM tidak hanya terbatas pada dunia nyata, tetapi juga menyebar di dunia maya. Mereka menggunakan media sosial untuk menyebarkan hoaks dan propaganda, menciptakan kekacauan dan membingungkan masyarakat. Hal ini semakin menyulitkan tugas aparat keamanan yang harus menjaga stabilitas wilayah sambil menghadapi serangan fisik dan perang informasi.
Aparat keamanan di Papua, yang bekerja keras dan sering kali mempertaruhkan nyawa mereka, terus menggunakan pendekatan humanis dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sayangnya, upaya ini sering kali dicemarkan oleh propaganda yang disebarkan oleh TPNPB OPM di media sosial.
Penting bagi masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi provokatif ini dan tetap mendukung upaya pemerintah dan aparat keamanan. Dengan memahami sejarah dan fakta yang ada, masyarakat diharapkan dapat melihat bahwa Papua adalah bagian integral dari Indonesia, dan upaya separatis hanya akan membawa ketidakstabilan dan keterbelakangan.
Di tengah derasnya arus informasi di era digital, generasi muda Papua perlu dibekali dengan pengetahuan yang benar mengenai sejarah dan kondisi sebenarnya. Mereka harus mampu menyaring informasi yang beredar di media sosial agar tidak menjadi korban propaganda TPNPB OPM. Generasi muda adalah harapan bangsa, dan di tangan merekalah masa depan Papua berada.
Masyarakat Papua harus waspada terhadap penyebaran hoaks di media sosial yang merupakan bagian dari upaya provokasi TPNPB OPM dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Kedua kelompok ini sengaja menebar teror dengan harapan dapat mempengaruhi opini publik dan memaksa masyarakat untuk mendukung gerakan separatis mereka.
Teknik propaganda ini bertujuan untuk mencuci otak masyarakat melalui narasi-narasi bohong yang disebarkan di dunia maya. Narasi yang menyatakan bahwa Papua bukan bagian dari Indonesia adalah salah satu contoh hoaks yang sering mereka gunakan. Padahal, pengakuan internasional dan fakta sejarah menunjukkan sebaliknya.
Di tengah situasi yang penuh dengan tantangan ini, tokoh-tokoh adat dan agama di Papua terus menolak kehadiran OPM dan ULMWP. Yanto Eluay, tokoh adat Kampung Sereh, menyatakan bahwa kelompok separatis ini hanya merusak tatanan masyarakat dan menghambat pembangunan. Tokoh-tokoh ini menegaskan bahwa keberadaan OPM dan ULMWP hanya membawa kerugian bagi masyarakat Papua.
Keberadaan gerakan separatis di Papua sebenarnya adalah hasil dari upaya penjajah sejak tahun 1963 untuk memecah belah masyarakat Papua dan pemerintah Indonesia. Dengan memanfaatkan sentimen separatis, penjajah berusaha untuk menguasai sumber daya alam di Papua. Sejarah ini harus dipahami oleh generasi muda agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang disebarkan oleh TPNPB OPM.
Masyarakat Papua harus tetap waspada terhadap provokasi dan propaganda yang disebarkan oleh TPNPB OPM. Dengan tetap bersatu dan mendukung upaya pemerintah dan aparat keamanan, kita dapat memastikan bahwa Papua tetap menjadi bagian dari Indonesia yang damai dan sejahtera.
Jangan biarkan hoaks dan narasi provokatif mempengaruhi pikiran kita. Bersama, kita dapat menjaga kedamaian dan mempercepat pembangunan di Tanah Papua.
*) Mahasiswa Hukum Universitas Yapis Papua