Oleh: Ganisha Aritonang*
UU Cipta Kerja yang telah diimplementasikan di Indonesia menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya menciptakan lapangan kerja, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta memberikan perlindungan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, lebih dari sekadar regulasi ekonomi, UU Cipta Kerja juga mencerminkan semangat Pancasila, terutama dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa, mengandung nilai-nilai fundamental yang harus tercermin dalam setiap kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, UU Cipta Kerja tidak hanya bertujuan untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif, tetapi juga berusaha mewujudkan prinsip keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh sila kelima Pancasila.
Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada, Agus Wahyudi, menegaskan bahwa UU Cipta Kerja membawa nilai-nilai Pancasila, terutama dalam menciptakan lapangan kerja yang fleksibel dan dinamis, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan sosial. Pernyataan ini menekankan bahwa dalam setiap aspek kebijakan, termasuk dalam hal ketenagakerjaan dan kewirausahaan, keadilan sosial harus menjadi landasan utama. UU Cipta Kerja hadir sebagai wujud konkret dari nilai-nilai tersebut, dengan memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha serta insentif bagi UMKM, sehingga membuka peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.
Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, juga menekankan bahwa dasar pemikiran dari UU ini adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Hal ini tercermin dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja yang secara eksplisit dirancang untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan kesempatan yang adil dalam mencari nafkah. Pertimbangan ini sejalan dengan upaya pemerataan hak dan kesempatan, yang merupakan salah satu inti dari sila kedua dan kelima Pancasila.
Dalam konteks UMKM, UU Cipta Kerja juga memberikan perhatian khusus kepada sektor ini, yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Arif menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia sangat bergantung pada UMKM, yang menyumbang 99,99% dari seluruh usaha di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan dalam UU Cipta Kerja didesain untuk memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada UMKM, sehingga mereka dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Kebijakan ini tidak hanya penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam mewujudkan keadilan sosial dengan memberikan akses yang lebih luas bagi pelaku usaha kecil untuk bersaing di pasar yang lebih besar.
Selain itu, Arif juga meluruskan pandangan umum yang seringkali salah mengartikan peran investor. Menurutnya, pelaku usaha mikro juga merupakan investor bagi kemajuan perekonomian Indonesia. Lebih jauh lagi, mereka adalah inventor yang menciptakan pekerjaan dan membangun ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Pandangan ini mencerminkan nilai-nilai Pancasila, di mana setiap individu, tanpa memandang besar kecilnya usaha, memiliki peran penting dalam membangun perekonomian yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dalam ranah ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja juga menegaskan prinsip keadilan sosial yang tertuang dalam pasal-pasalnya. Setiap warga negara dijamin untuk memperoleh pekerjaan yang layak serta mendapatkan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Hal ini mencerminkan upaya untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam mengakses peluang ekonomi, sebuah prinsip yang sangat sejalan dengan sila kelima Pancasila.
Prinsip-prinsip hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila juga menjadi perhatian dalam implementasi UU Cipta Kerja. Kepala Seksi Pemasyarakatan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Lucky Mahadewi, menyatakan bahwa terdapat tujuh prinsip hubungan industrial yang harus dipegang teguh oleh pengusaha, pekerja, buruh, masyarakat, dan pemerintah. Prinsip-prinsip ini meliputi kepentingan bersama, kemitraan yang menguntungkan, hubungan fungsional, kekeluargaan, penciptaan ketenangan berusaha, peningkatan produktivitas, serta kesejahteraan bersama. Semua ini dirancang untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif, di mana setiap pihak memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Di sisi lain, Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Dendy Apriandi, menyoroti dampak positif dari UU Cipta Kerja dalam mendorong kewirausahaan di Indonesia. Dengan adanya sistem Online Single Submission (OSS), penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) telah mencapai hampir 10 juta, dengan 98% di antaranya dimiliki oleh UMKM. Hal ini menunjukkan bagaimana UU Cipta Kerja memberikan dorongan signifikan bagi pelaku usaha kecil untuk mendapatkan legalitas dan menjadi bagian dari ekosistem ekonomi formal. Upaya ini tidak hanya memperkuat posisi UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional, tetapi juga mewujudkan cita-cita Pancasila dalam mendorong kemandirian dan kemajuan ekonomi yang merata di seluruh Indonesia.
Secara keseluruhan, UU Cipta Kerja bukan hanya sekadar instrumen hukum untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebuah manifestasi dari semangat Pancasila dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui kebijakan yang berpihak pada UMKM, memberikan perlindungan terhadap pekerja, serta memastikan pemerataan kesempatan ekonomi, UU Cipta Kerja berusaha untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
*Penulis merupakan mahasiswi asal Sumatera Utara