Oleh : Alfred Jigibalom )*
Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak henti-hentinya terus melakukan upaya penyebaran propaganda sehingga menarik banyak sorotan. Kali ini, mereka mencoba memutarbalikkan fakta terkait pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philip Mark Mehrtens, yang sebelumnya disandera oleh OPM.
OPM terbukti terus melakukan provokasi dan memutarbalikkan fakta. Kelompok tersebut juga berupaya mencoba menggiring opini publik bahwa tidak ada keterlibatan jajaran aparat keamanan TNI, Polri dan BIN dalam operasi pembebasan tersebut. Upaya tersebut merupakan bagian dari strategi OPM untuk mendistorsi informasi dan menyebarkan narasi yang menyesatkan.
Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024, Kombes Bayu Suseno, dengan tegas membantah klaim yang disebarkan oleh juru bicara OPM, Sebby Sambom. Menurutnya, tuduhan bahwa jajaran aparat keamanan TNI, Polri dan BIN tidak terlibat dalam pembebasan Philip merupakan propaganda semata.
Sebby Sambom secara sengaja merancang narasi yang bertujuan untuk menyesatkan masyarakat, agar terlihat bahwa OPM memiliki kendali penuh dalam pembebasan pilot tersebut.
Kombes Pol. Bayu menjelaskan bahwa klaim OPM tersebut hanyalah upaya untuk meraih simpati publik dan memperkuat citra mereka sebagai kelompok yang berpengaruh di Bumi Cenderawasih. Namun, kenyataannya, peran TNI, Polri dan BIN sangat signifikan dalam negosiasi dan operasi pembebasan tersebut.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto juga memberikan pandangannya mengenai situasi tersebut. Menurut Hadi, pembebasan Philip berhasil dilakukan melalui negosiasi yang panjang dan rumit dengan OPM pimpinan Egianus Kogoya, salah satu elemen di bawah OPM.
Pendekatan yang diambil oleh pemerintah dan aparat keamanan disebut sebagai soft approach, yang melibatkan tokoh agama, adat, gereja, serta keluarga Egianus. Selama satu tahun tujuh bulan, pemerintah bersama aparat keamanan dan berbagai pihak lainnya terus melakukan negosiasi hingga akhirnya pilot Susi Air tersebut berhasil dibebaskan.
Hadi mengatakan bahwa tidak ada imbalan yang diminta oleh OPM dalam proses pembebasan ini. Semua pihak bekerja sama secara persuasif untuk menyelesaikan masalah ini demi kemanusiaan. Konteks yang disampaikan oleh Hadi tersebut penting untuk memahami kompleksitas proses negosiasi di wilayah Papua.
Pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan bahwa dialog dan pendekatan persuasif lebih efektif daripada penggunaan kekuatan militer semata. Dengan tidak adanya tuntutan imbalan dari OPM, jelas bahwa operasi pembebasan ini merupakan hasil dari kerja sama berbagai pihak, termasuk aparat keamanan.
Koordinator Gereja Kingmi Nduga, Pendeta Eliaser Tabuni, juga memberikan pandangannya mengenai peran perempuan dalam negosiasi pembebasan Philip. Menurut Eliaser, perempuan di wilayah Bumi Cendrawasih tersebut memainkan peran kunci dalam proses negosiasi dengan milisi TPNPB yang berada di bawah komando Egianus Kogoya.
Tidak hanya itu, perempuan di Nduga menekankan pentingnya kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan kepada kelompok OPM, yang akhirnya melunak dan bersedia untuk bernegosiasi. Eliaser menyebut bahwa peran perempuan ini tidak dapat diabaikan dalam keberhasilan operasi tersebut, karena pendekatan mereka yang penuh kasih telah menyentuh hati para anggota OPM.
Konteks propaganda yang dilakukan oleh OPM melalui klaim-klaim tidak berdasar tersebut seharusnya menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menilai informasi yang beredar.
Kelompok separatis OPM sering kali menggunakan strategi komunikasi yang menyesatkan untuk memperoleh simpati publik, baik di dalam negeri maupun internasional. Mereka memanfaatkan ketidakpastian informasi di media untuk membingkai narasi yang sesuai dengan kepentingan mereka.
Dalam kasus pembebasan pilot Susi Air, klaim bahwa OPM bertindak tanpa intervensi jajaran aparat keamanan TNI, Polri hingga BIN hanya merupakan salah satu contoh upaya mereka untuk mendistorsi fakta demi keuntungan politik.
Langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dan aparat keamanan di Papua telah membuktikan bahwa proses persuasif dapat membuahkan hasil tanpa kekerasan. Meskipun OPM terus berusaha mempengaruhi opini publik dengan narasi-narasi yang menyesatkan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa upaya keras dan kolaborasi berbagai pihaklah yang berhasil membebaskan Philip. Para tokoh agama, adat, dan masyarakat setempat juga berperan penting dalam meredam konflik yang terjadi di wilayah berjuluk Kota Emas tersebut.
Propaganda seperti yang dilakukan oleh OPM merupakan bagian dari upaya mereka untuk mempertahankan citra sebagai kelompok yang masih memiliki pengaruh signifikan di wilayah berjuluk Surga Kecil di ujung Indonesia tersebut.
Namun, narasi yang mereka bangun sering kali justru tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebaliknya, operasi yang dilakukan pemerintah dan aparat keamanan menunjukkan bahwa penyelesaian konflik di Papua lebih mungkin dicapai melalui dialog dan pendekatan persuasif.
Kesuksesan pembebasan Philip Mark Mehrtens ini menjadi bukti bahwa pendekatan damai dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan taktik propaganda yang dilakukan oleh kelompok separatis.
Pengalaman tersebut sekaligus mengajarkan bahwa dalam menghadapi gerombolan teroris musuh negara, sinergi antara aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan masyarakat sipil adalah kunci utama untuk menjaga perdamaian di Bumi Cenderawasih.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali