Oleh: Amilia Anita Gusman*)
Proses demokrasi sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari praktik politik uang hingga penyebaran hoaks yang merusak integritas pemilu. Oleh karena itu, Pilkada yang jujur, adil, dan transparan menjadi keharusan bagi setiap elemen masyarakat, termasuk pemerintah, aparat keamanan, dan seluruh penyelenggara pemilu. Pemerintahan Presiden Jokowi melalui instansi terkat terus berupaya memastikan penyelenggaraan Pilkada yang jujur dan adil serta aman dari gangguan.
Kapolda NTB, Irjen Pol Umar Faroq, dalam Rakor Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pilkada NTB 2024 menekankan pentingnya sinergi antar-institusi dalam mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil. Pernyataan Kapolda ini sejalan dengan komitmen yang terus digaungkan oleh berbagai pihak, baik dari Bawaslu, Polri, maupun Kejaksaan, untuk menjaga integritas Pilkada agar berlangsung tanpa hambatan dan penuh dengan kejujuran.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Pilkada saat ini adalah fenomena post-truth, di mana kebohongan sering dianggap sebagai kebenaran. Di era digital seperti sekarang, informasi dapat dengan cepat menyebar tanpa adanya verifikasi yang memadai. Kampanye hitam, hoaks, dan politik identitas menjadi ancaman nyata yang dapat memengaruhi pemilih, terutama mereka yang kurang kritis dalam menilai informasi. Kapolda NTB, Irjen Pol Umar Faroq, mengingatkan pentingnya memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh kebohongan yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Aparat keamanan, media massa, dan masyarakat memiliki peran penting dalam memastikan informasi yang diterima masyarakat benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Media harus bersikap independen dan objektif, sementara masyarakat perlu lebih cerdas dalam menyaring informasi. Kampanye hitam, seperti penyebaran fitnah dan isu SARA, dapat merusak demokrasi dan memicu konflik. Oleh karena itu, semua pihak harus menghindari kampanye hitam dan fokus pada kampanye yang sehat serta konstruktif.
Netralitas aparat keamanan dan aparatur sipil negara (ASN) juga menjadi isu krusial dalam setiap pelaksanaan Pilkada. Kapolda NTB dengan tegas menyatakan bahwa setiap anggota Polri harus berpegang pada prinsip netralitas, tanpa terlibat dalam politik praktis. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian sebagai penegak hukum yang independen dan tidak memihak.
Begitu pula dengan ASN, yang memiliki kewajiban untuk bersikap netral dan tidak memihak salah satu calon atau partai politik mana pun. Netralitas ASN akan menjamin bahwa proses pemerintahan tetap berjalan dengan baik tanpa ada intervensi politik yang merugikan salah satu pihak. Pemerintah daerah dan pusat perlu memberikan perhatian serius terhadap potensi pelanggaran netralitas ASN dengan memastikan bahwa setiap bentuk pelanggaran dapat ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bawaslu NTB, melalui pernyataan Anggota Bawaslu Umar Achmad Seth, juga telah berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi selama proses Pilkada, terutama yang berkaitan dengan politik uang dan netralitas ASN agar proses Pilkada tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang jujur dan adil.
Potensi ancaman keamanan, seperti narkopolitik dan aliran dana gelap dari tim sukses, menjadi salah satu isu yang disoroti oleh Kapolda NTB. Untuk itu, diperlukan sinergi yang kuat antara aparat keamanan dan seluruh elemen masyarakat agar potensi ancaman tersebut dapat dicegah dan ditangani dengan baik.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam menjaga keamanan saat Pilkada. Masyarakat bisa menjadi mitra aktif aparat dengan melaporkan potensi pelanggaran atau ancaman keamanan. Mereka juga harus menghindari tindakan provokatif yang bisa memicu konflik antar pendukung. Pengawasan dari masyarakat juga perlu ditingkatkan melalui lembaga pemantau independen seperti LSM, yang dapat memantau jalannya pemungutan suara dan melaporkan kecurangan untuk memastikan proses Pilkada yang jujur dan adil.
Di sisi lain, aparat keamanan juga perlu bersikap proaktif dalam menjaga keamanan selama masa kampanye, pemungutan suara, hingga pasca pemilihan. Penempatan personel di titik-titik strategis, seperti TPS dan lokasi kampanye, menjadi salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengantisipasi potensi gangguan keamanan. Selain itu, patroli rutin dan pemantauan terhadap kelompok-kelompok yang berpotensi menimbulkan ancaman juga harus dilakukan secara intensif.
Keberhasilan pelaksanaan Pilkada tidak hanya bergantung pada satu institusi saja, melainkan hasil dari kerja sama yang baik antara berbagai lembaga terkait. Sinergi antara Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan melalui Sentra Gakkumdu adalah salah satu contoh bagaimana kerja sama antar-institusi dapat memperkuat pengawasan dan penegakan hukum selama Pilkada.
Presiden Joko Widodo secara konsisten menegaskan dukungannya terhadap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai salah satu pilar penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi menekankan pentingnya penyelenggaraan Pilkada yang demokratis, transparan, dan aman demi kelancaran roda pemerintahan di tingkat lokal. Ia menyoroti bahwa Pilkada memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin yang paling layak guna memajukan daerahnya.
Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis adalah harapan semua pihak. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kerja sama yang solid antara pemerintah, aparat keamanan, penyelenggara pemilu, dan masyarakat. Tantangan besar seperti politik uang, kampanye hitam, dan hoaks harus dihadapi dengan penuh tanggung jawab oleh semua elemen. Dengan komitmen bersama, kita dapat mewujudkan Pilkada yang bersih, berintegritas, dan mencerminkan kehendak rakyat.
*) Penulis merupakan Pemerhati Politik Viva Justitia Institute