Oleh: Ahmad Baihaqi
Pilkada serentak 2024 telah memasuki tahapan krusial, dan perhatian masyarakat kini tertuju pada bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dua putusan terbaru MK, yakni Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, menjadi dasar hukum yang akan menentukan arah pelaksanaan pilkada ini. Pemerintah, melalui KPU, telah menegaskan komitmennya untuk mematuhi dan mengimplementasikan putusan-putusan tersebut dalam seluruh tahapan Pilkada 2024, termasuk dalam penetapan pasangan calon (paslon).
Dalam konteks politik Indonesia, keputusan MK memiliki peran vital dalam menjaga integritas dan keadilan pemilu. Keputusan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan, bertujuan untuk memastikan bahwa setiap kandidat yang berkompetisi dalam pilkada memenuhi standar hukum yang adil dan tidak diskriminatif. Dalam situasi politik yang penuh dinamika seperti saat ini, penerapan putusan MK menjadi penentu utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilihan umum.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan, DPR tidak akan menggelar rapat paripurna terkait pengesahan revisi Undang-undang Pilkada. Dengan begitu, Dasco menegaskan bahwa pendaftaran calon Pilkada 2024 akan mengikuti putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dengan membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada. Putusan ini membuka peluang bagi partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD untuk mencalonkan pasangan calon kepala daerah. Dengan demikian, penghitungan syarat pencalonan kini hanya berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu di daerah bersangkutan, dengan kisaran antara 6,5 hingga 10 persen. Ini adalah langkah penting dalam memperluas partisipasi politik dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon-calon potensial yang mungkin tidak didukung oleh partai-partai besar.
KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh tahapan Pilkada 2024 berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, dalam konferensi pers pada 22 Agustus 2024, menegaskan bahwa putusan MK akan dipedomani hingga tahap penetapan pasangan calon. Penegasan ini penting untuk menghilangkan keraguan yang mungkin timbul di kalangan masyarakat dan partai politik terkait konsistensi pelaksanaan putusan MK.
Dalam konteks ini, KPU tidak hanya bertindak sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai penjamin bahwa proses demokrasi berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Konsultasi yang akan dilakukan KPU dengan Komisi II DPR, seperti yang direncanakan pada 26 Agustus 2024, merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa revisi Peraturan KPU (PKPU) telah sesuai dengan putusan MK. Ini juga merupakan upaya preventif agar KPU tidak kembali mendapatkan sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Pelaksanaan Pilkada 2024 yang sesuai dengan putusan MK memiliki implikasi yang luas terhadap perkembangan politik dan demokrasi di Indonesia. Pertama, penerapan putusan MK secara konsisten oleh KPU menunjukkan bahwa hukum tetap menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu. Ini memberikan sinyal positif kepada masyarakat bahwa negara serius dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.
Kedua, perubahan ambang batas pencalonan membuka ruang partisipasi yang lebih inklusif. Partai-partai kecil dan kandidat independen kini memiliki peluang yang lebih besar untuk berkompetisi secara adil dalam pilkada. Ini bisa mendorong munculnya calon-calon kepala daerah yang memiliki visi dan program kerja yang lebih beragam, serta mampu memberikan solusi konkret bagi permasalahan di daerah masing-masing.
Ketiga, keputusan MK tentang kampanye di perguruan tinggi, yang diatur dalam Putusan Nomor 69/PUU-XXII/2024, juga membuka babak baru dalam cara kandidat berkomunikasi dengan pemilih muda. Perguruan tinggi sebagai pusat intelektual dan pengembangan kritis masyarakat memiliki peran strategis dalam menciptakan pemilih yang cerdas dan berdaya kritis. Dengan diperbolehkannya kampanye di kampus, asalkan tanpa atribut kampanye, diharapkan akan lahir diskusi-diskusi produktif yang dapat mengedukasi pemilih muda tentang visi dan misi para kandidat.
Meskipun pemerintah dan KPU telah menegaskan komitmen untuk menjalankan putusan MK, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Pengawasan dari masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawas pemilu menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap tahapan pilkada berjalan transparan dan sesuai dengan aturan. Selain itu, partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi proses pilkada juga menjadi kunci untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat mencederai integritas pemilu.
Dalam konteks ini, harapan terbesar adalah Pilkada 2024 dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang kompeten dan amanah. Dengan pelaksanaan yang sesuai dengan putusan MK, diharapkan proses demokrasi di Indonesia semakin matang dan mampu menghasilkan pemimpin yang benar-benar mampu menjawab tantangan pembangunan di daerah masing-masing.
Pada akhirnya, Pilkada 2024 bukan hanya tentang memilih kepala daerah, tetapi juga tentang memperkuat demokrasi Indonesia. Dengan memastikan bahwa seluruh tahapan pilkada sesuai dengan putusan MK, pemerintah dan KPU telah menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga keadilan dan transparansi proses pemilihan. Ini adalah langkah penting menuju pemilu yang lebih inklusif dan demokratis di masa depan.
*) Pengamat Politik Indopol Media