Oleh: Andi Thenu*)
Pilkada 2024 menjadi momentum penting bagi demokrasi di Indonesia, di mana generasi muda, terutama Gen Z dan Milenial, memiliki peran yang krusial. Dalam beberapa tahun terakhir, kedua kelompok menunjukkan minat yang meningkat dalam politik dan isu-isu sosial, yang menjadi indikator bahwa Gen Z dan Milenial siap berkontribusi dalam menentukan arah kebijakan daerah melalui suaranya.
Data dari berbagai survei menunjukkan bahwa Gen Z, yang saat ini berusia antara 18 hingga 25 tahun, serta Milenial, yang berusia 26 hingga 41 tahun, merupakan kelompok pemilih yang signifikan. Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), diperkirakan lebih dari 40% pemilih di Pilkada 2024 berasal dari kedua generasi ini. Dengan jumlah yang besar, partisipasi mereka akan sangat memengaruhi hasil pemilihan.
Salah satu alasan utama meningkatnya partisipasi politik di kalangan Gen Z dan Milenial adalah akses informasi yang lebih mudah melalui media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter atau X tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat untuk menyebarkan informasi politik dan kampanye. Banyak calon kepala daerah yang memanfaatkan media sosial untuk menjangkau pemilih muda, dengan konten yang menarik dan relevan, menciptakan ruang dialog antara calon pemimpin dan generasi muda, yang mendorongnya untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan.
Pengamat politik dari Universitas Malikussaleh, M. Akmal mengatakan bahwa generasi muda Aceh akan menjadi penentu dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di Pilkada Serentak 2024. Dengan dominasi lebih dari 50 persen pemilih berasal dari kalangan muda, yang memiliki kekuatan besar untuk mengubah arah politik di Aceh.
Generasi muda Aceh, tumbuh di tengah perkembangan teknologi dan media sosial, memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi dan mampu menilai dengan cermat isu-isu yang beredar, termasuk kampanye negatif yang mungkin berusaha mempengaruhi opini publik. Kemampuan ini memberikan kekuatan untuk memilih dengan lebih bijak. Di era di mana informasi dapat disebarkan secara cepat, generasi muda juga harus mampu memilah mana informasi yang valid dan mana yang berpotensi menyesatkan.
Selain itu, Gen Z dan Milenial dikenal memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu sosial, seperti perubahan iklim, pendidikan, dan kesetaraan gender sehingga cenderung memilih pemimpin yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, calon kepala daerah yang ingin meraih dukungan dari generasi muda harus mampu menyampaikan visi yang inovatif dan progresif, serta menunjukkan komitmen nyata terhadap isu-isu yang dianggap penting.
Namun, tantangan tetap ada. Meskipun ketertarikan terhadap politik meningkat, masih terdapat skeptisisme di kalangan pemilih muda terhadap sistem politik yang ada. Banyak yang merasa bahwa suara mereka tidak akan berpengaruh signifikan atau bahwa politisi hanya mengejar kepentingan pribadi. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, untuk meningkatkan pendidikan politik dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya partisipasi dalam pemilihan.
Koordinator Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Kabupaten Kubu Raya, Gustiar menekankan pentingnya kolaborasi antara Bawaslu dan organisasi kemahasiswaan untuk menciptakan lingkungan pemilihan yang bersih dan demokratis. Keterlibatan mahasiswa dalam proses pengawasan Pemilu tidak hanya memperkuat sistem demokrasi, tetapi juga memberikan pendidikan politik yang berharga bagi generasi muda. Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki potensi besar untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pemilihan. Dengan pemahaman yang baik tentang proses Pemilu, pemilih muda dapat berkontribusi untuk mencegah pelanggaran, baik yang bersifat administratif maupun pidana.
Strategi pengawasan yang diterapkan oleh Bawaslu, seperti pengawasan langsung pada setiap tahapan program, adalah langkah yang tepat untuk memastikan semua proses Pemilu berjalan sesuai aturan. Namun, tidak kalah pentingnya adalah strategi pencegahan yang mengajak mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengidentifikasi dan melaporkan potensi pelanggaran yang menunjukkan bahwa peran mahasiswa tidak hanya pasif, tetapi aktif dan konstruktif dalam menjaga integritas Pemilu.
Kegiatan sosialisasi dan kampanye yang melibatkan generasi muda juga perlu ditingkatkan. Misalnya, mengadakan forum diskusi, seminar, dan acara kreatif yang relevan sehingga dapat mendorong lebih banyak generasi muda untuk tidak hanya menggunakan hak suara, tetapi juga berperan aktif dalam kampanye dan advokasi isu-isu yang krusial.
Dalam konteks ini, Pilkada 2024 bukan hanya sekadar pemilihan pemimpin, tetapi juga sebagai sarana bagi Gen Z dan Milenial untuk mengekspresikan aspirasi dan harapan terhadap masa depan. Dengan partisipasi yang tinggi dari generasi muda, diharapkan akan muncul pemimpin-pemimpin yang lebih responsif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Kesuksesan Pilkada 2024 sangat bergantung pada kemampuan untuk mengajak generasi muda terlibat secara aktif. Apabila Gen Z dan Milenial dapat memaksimalkan peran, bukan tidak mungkin pemilihan ini akan menghasilkan pemimpin yang lebih berorientasi pada masa depan, membawa perubahan positif bagi daerah, dan memajukan demokrasi di Indonesia.
*)Penulis merupakan Analis Politik Nasional Forum Kajian Demokrasi Indonesia