Mengecam Keras Teror OPM Ganggu Percepatan Pembangunan Papua

Oleh: Michelle Srowi

Ketidakstabilan yang disebabkan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau yang sering disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) telah lama menjadi tantangan serius bagi Papua. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini tidak hanya menyebabkan banyak korban jiwa, tetapi juga menghambat berbagai upaya pembangunan di wilayah tersebut.

Dalam beberapa minggu terakhir, teror yang dilancarkan oleh OPM semakin intensif dan meresahkan, terutama menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79. Kini, saatnya kita tidak hanya mengecam tindakan brutal mereka, tetapi juga mendukung langkah-langkah konkret untuk mempercepat pembangunan di Papua, agar stabilitas dan kemajuan dapat segera terwujud.

Pada 5 Agustus 2024, kekerasan yang dilakukan oleh OPM mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kelompok ini, yang diduga dipimpin oleh Egianus Kogoya, membunuh pilot helikopter Glen Malcolm Conning asal Selandia Baru. Pilot tersebut baru saja mendarat di Mimika bersama tim medisnya.

Tindakan ini menunjukkan betapa tidak terbersit rasa kemanusiaan dalam diri mereka dan betapa brutalnya mereka dalam menghadapi siapa saja yang mereka anggap sebagai musuh. Serangan terhadap seorang tenaga medis asing hanya menegaskan betapa OPM tidak segan-segan melibatkan pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan konflik, demi mencapai tujuan mereka.

Tidak berhenti di situ, pada 13 Agustus 2024, OPM kembali menunjukkan kebrutalan mereka dengan menembak mati Raimon Gustam Kailimang, seorang pekerja proyek di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan yang mereka lakukan, dan memperlihatkan betapa mengerikannya kondisi di lapangan bagi para pekerja dan warga sipil di Papua.

Ketidakamanan yang dihadapi oleh pekerja proyek bukan hanya meresahkan mereka secara pribadi, tetapi juga berdampak besar terhadap kelancaran berbagai proyek pembangunan yang krusial untuk kemajuan Papua.

Situasi semakin menegangkan ketika pada 15 Agustus 2024, OPM kembali melancarkan serangan dengan menembak mati Serka Jefri Elfradus May, anggota Kodim 1714/Puncak Jaya. Serangan ini terjadi di area Sport Center, Distrik Pagaleme, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Tengah.

Penembakan ini bukan hanya menambah deretan korban jiwa di kalangan aparat, tetapi juga menunjukkan betapa teror OPM telah mengganggu keamanan dan stabilitas di wilayah yang tengah menjalankan tugas-tugas penting, seperti pengamanan acara peluncuran tahapan Pilkada Serentak 2024 oleh KPU Puncak Jaya.

Menurut Khairul Fahmi, pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), rangkaian serangan oleh OPM selama Agustus 2024 adalah upaya provokasi yang dirancang untuk menarik perhatian internasional terhadap isu Papua di tengah perayaan kemerdekaan Indonesia. Fahmi menyatakan bahwa OPM menggunakan momen peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia sebagai kesempatan untuk mengekspresikan penolakan mereka terhadap kedaulatan Indonesia atas Papua.

Mereka tampaknya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka masih menolak keberadaan Papua dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, sekaligus berusaha menggagalkan partisipasi masyarakat Papua dalam perayaan kemerdekaan.

Terlepas dari berbagai upaya preventif yang dilakukan oleh TNI dan Polri, termasuk peningkatan patroli, operasi militer terbatas, penguatan kapasitas aparat keamanan lokal, dan penggunaan teknologi canggih, tantangan yang dihadapi dalam menanggulangi taktik gerilya OPM tetap sangat besar.

Khairul Fahmi mengakui bahwa taktik gerilya yang diterapkan oleh OPM sangat efektif dalam menghadapi kekuatan militer yang lebih besar dan terorganisir. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi aparat keamanan untuk dapat melindungi masyarakat sambil terus berusaha menstabilkan situasi.

Dalam perkembangan terbaru, OPM juga mengakui bahwa mereka bertanggung jawab atas penembakan terhadap dua anggota TNI di Puncak Jaya, yang satu di antaranya meninggal dunia. Pernyataan ini menunjukkan bahwa OPM tetap berkomitmen pada tujuan mereka untuk menentang keberadaan Indonesia di Papua, meskipun tindakan mereka terus menerus menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Papua sendiri.

Penting untuk diingat bahwa tindakan OPM tidak hanya berdampak pada keamanan dan stabilitas di Papua, tetapi juga menghambat kemajuan pembangunan yang sangat diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat setempat.

Keberadaan mereka terus menerus menciptakan ketidakpastian yang menghambat investasi, proyek pembangunan, dan berbagai inisiatif lainnya yang penting untuk pengembangan wilayah Papua.

Sebagai respons terhadap situasi ini, masyarakat luas perlu mendukung upaya pemerintah dalam mempercepat pembangunan di Papua sebagai langkah strategis untuk menghadapi tantangan yang dihadapi.

Pembangunan yang cepat dan efektif akan membantu mengurangi ketergantungan pada konflik dan ketidakamanan, serta memberikan alternatif positif bagi masyarakat Papua. Selain itu, perlu ada kerja sama yang lebih erat antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat lokal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif bagi semua pihak.

Mari kita bersama-sama mengecam keras teror yang dilakukan oleh OPM dan mendukung setiap langkah yang diambil untuk mempercepat pembangunan di Papua. Kita semua berhak untuk hidup dalam keamanan dan kedamaian, dan upaya bersama adalah kunci untuk mencapai stabilitas yang diinginkan.

Dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa pembangunan di Papua dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat setempat. Jangan biarkan teror dan kekerasan menghalangi masa depan yang lebih baik bagi Papua.

*) Mahasiswa Hukum Universitas Papua (Unipa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *