Oleh: Dewi Saraswati )*
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 adalah momentum penting bagi Indonesia dalam memilih pemimpin daerah yang akan memegang kendali pemerintahan lokal. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Salah satu ancaman terbesar adalah penyebaran hoaks dan politisasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang dapat merusak proses demokrasi. Oleh karena itu, kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat, pemerintah, dan lembaga pengawas Pilkada menjadi kunci untuk menangkal ancaman ini.
Partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pilkada tidak hanya sekadar menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara, tetapi juga melibatkan diri dalam setiap tahapannya. Edukasi dan dorongan kepada masyarakat untuk berperan aktif sangat penting agar setiap warga dapat memahami tahapan Pilkada dan turut mengawasi prosesnya. Hal ini akan mendorong terciptanya Pilkada yang amanah dan berkualitas.
Untuk mencapai tujuan ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandar Lampung bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandar Lampung melaksanakan sosialisasi tolak politik uang, hoaks, SARA, dan netralitas ASN di 126 kelurahan se-Kota Bandar Lampung. Sosialisasi ini dilaksanakan dalam bentuk forum diskusi dengan berbagai kelompok masyarakat, kelompok perempuan, pemilih pemula, organisasi kepemudaan, dan komunitas lainnya. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan peran serta aktif dari masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengawasan.
Bawaslu Kota Bandar Lampung juga telah mengambil langkah proaktif dengan mengkampanyekan tolak politik uang, hoaks, SARA, dan menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di 126 kelurahan di kota tersebut. Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung, Apriliwanda, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Menurutnya, pengawasan partisipatif adalah wadah kolaborasi antara Bawaslu dan masyarakat untuk meningkatkan fungsi pencegahan dan pengawasan demi mewujudkan Pilkada yang berkualitas dan bermartabat.
Di sisi lain, organisasi keagamaan juga turut serta dalam upaya menangkal hoaks dan politisasi SARA. Ketua Umum Pengurus Pusat PERMATA Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Rezki Restu Sinuraya, mengajak pemuda pemudi GBKP untuk berperan mencegah hoaks, politik identitas, dan kampanye hitam terkait Pilkada. Dalam diskusi yang diinisiasi PERMATA GBKP, Rezki mengajak pemuda GBKP untuk mendukung pemerintah dalam menciptakan situasi aman dan kondusif pada Pilkada 2024.
Rezki menekankan pentingnya pemuda GBKP untuk menggunakan hak pilihnya dan tidak golput dan menghimbau agar mereka menolak politik uang dan suap, serta berperan aktif dalam mencegah penyebaran hoaks dan politisasi SARA. Di kesempatan yang sama, Pendeta Mira Mutianta Beru Sinulingga mengingatkan pentingnya pemuda GBKP menghindari ujaran kebencian dan menciptakan damai dalam Pilkada Serentak 2024. Ia juga mengajak publik untuk terus berdoa dan memilih pemimpin yang takut akan Tuhan, sesuai dengan ajaran Alkitab.
Polres Indragiri Hulu (Inhu) juga aktif dalam mengajak masyarakat untuk menciptakan Pilkada 2024 tanpa hoaks, isu SARA, dan politik identitas. Kapolres Inhu, AKBP Fahrian Saleh Siregar, menekankan pentingnya menciptakan situasi yang damai dan sejuk, meskipun berbeda pilihan politik. Hoaks politik, isu SARA, dan politik identitas adalah penyebab utama terjadinya kericuhan dalam Pilkada. Oleh karena itu, masyarakat harus waspada terhadap provokasi yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
Pernyataan Fahrian menunjukkan bahwa kolaborasi dengan masyarakat sangat penting untuk menciptakan Pilkada yang aman dan damai. Hoaks politik adalah berita bohong tentang politik yang digunakan sebagai propaganda untuk memprovokasi masyarakat. Sementara itu, isu SARA adalah politik yang dikaitkan dengan informasi tentang suku, agama, ras, dan antargolongan, yang dapat memicu perpecahan. Politik identitas, yaitu politik yang berdasarkan identitas individu, juga menjadi ancaman serius bagi integritas proses demokrasi.
Dari berbagai inisiatif yang dilakukan terlihat jelas bahwa kolaborasi antara lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, dan masyarakat luas adalah kunci untuk menangkal hoaks dan politisasi SARA. Kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi setiap tahapan Pilkada sangat penting untuk menjaga integritas proses demokrasi. Dengan demikian, masyarakat dapat berperan dalam mencegah konflik, meningkatkan kepercayaan terhadap hasil Pilkada, dan memperkuat legitimasi kepemimpinan politik.
Sebagai masyarakat yang peduli akan masa depan demokrasi Indonesia, kita harus bersama-sama menolak hoaks dan politisasi SARA. Edukasi tentang bahaya hoaks dan politisasi SARA harus terus digalakkan, baik melalui forum diskusi, sosialisasi, maupun kampanye di media sosial. Selain itu, kita juga harus berperan aktif dalam melaporkan setiap pelanggaran atau kecurangan yang ditemui dalam proses Pilkada.
Pada akhirnya, kolaborasi yang solid antara berbagai elemen masyarakat dan pemerintah akan menghasilkan Pilkada Serentak 2024 yang aman, damai, dan berkualitas. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih adalah mereka yang benar-benar amanah dan mampu membawa perubahan positif bagi daerah dan bangsa. Mari kita bersama-sama menjaga integritas demokrasi Indonesia dan menciptakan masa depan yang lebih baik.
)* Penulis merupakan mahasiswi Ilmu Politik asal Yogyakarta