JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskal yang terencana memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% tidak membebani masyarakat kecil. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa barang dan jasa kebutuhan pokok tetap bebas dari PPN.
“Kenaikan tarif PPN 1 persen tersebut tidak berlaku bagi barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, vaksin polio, rumah sederhana, dan air minum,” ujarnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menambahkan bahwa kenaikan PPN dilakukan secara bertahap menuju tarif 12% dengan pendekatan gotong royong.
“Kenaikan Tarif PPN sebesar 1 persen diimbangi dengan memastikan kontribusi yang proporsional dari berbagai kelompok masyarakat, sementara kebutuhan pokok tetap bebas PPN untuk melindungi masyarakat rentan. Pemerintah juga menanggung beban kenaikan PPN pada barang tertentu seperti tepung terigu, gula, dan minyak goreng untuk menjaga stabilitas harga ” tegas Sri Mulyani
Selain itu, berbagai insentif dirancang untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM. Rumah tangga berpenghasilan rendah akan mendapatkan bantuan langsung berupa beras 10 kg per bulan selama dua bulan awal tahun 2025, serta diskon listrik sebesar 50% untuk pelanggan daya 2200 VA ke bawah.
“Pemerintah memberikan dukungan langsung kepada masyarakat untuk memastikan daya beli tetap terjaga, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi,” jelas Sri Mulyani.
Di sisi UMKM, pemerintah memperpanjang insentif PPh final 0,5% hingga 2025, bahkan menghapus PPh untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Dukungan bagi sektor tenaga kerja juga diperkuat melalui berbagai stimulus, seperti subsidi jaminan kecelakaan kerja dan insentif pajak penghasilan untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan.
“Pemerintah berkomitmen memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan mendukung produktivitas industri padat karya melalui berbagai program insentif,” tambah Sri Mulyani.
Melalui kebijakan ini, pemerintah tidak hanya mengelola dampak kenaikan PPN, tetapi juga memperkuat pondasi ekonomi untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini mencerminkan asas keadilan dan gotong royong, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Dengan alokasi insentif senilai Rp445,5 triliun pada 2025, fokus diarahkan pada kesejahteraan masyarakat rentan dan penguatan daya saing nasional,” tegas Airlangga.
Agenda reformasi fiskal ini diyakini mampu menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan daya beli, dan mendukung pemulihan pasca-pandemi. Kebijakan ini diharapkan menjadi momentum penting untuk memperkuat perekonomian nasional dan menciptakan keadilan sosial yang merata.{*}