Oleh : Putu Wardana )*
Indonesia-African Forum (IAF) ke-2 yang digelar di Bali pada 1-3 September 2024 bersamaan dengan High-Level Forum on Multi Stakeholder Partnership (HLF MSP) merupakan momentum penting bagi Indonesia dan negara-negara Afrika untuk memperkuat kerja sama dan solidaritas. Acara ini tidak hanya menjadi ajang pertemuan biasa, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam upaya membangun kemitraan yang lebih erat dan saling menguntungkan antara Indonesia dan benua Afrika.
Sebagaimana diketahui, tema HLF MSP 2024 adalah “Strengthening Multi-Stakeholder Partnerships: Towards a Transformative Change. Sementara IAF ke-II mengambil tema “Bandung Spirit for Africa’s Agenda 2063”. Tema IAF ke-II tersebut seolah mengingatkan kita pada semangat Konferensi Asia-Afrika 1955 yang menjadi cikal bakal kerja sama negara-negara berkembang. Semangat Bandung ini, tentu saja perlu direvitalisasi kembali untuk menghadapi tantangan global kontemporer, terutama dalam konteks perjuangan negara-negara Global South melawan kebijakan diskriminatif dan proteksionis dari negara-negara maju.
Terkait hal tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Mansury menekankan pentingnya kerja sama ini dalam menghadapi isu-isu seperti green protectionism. Hal ini menunjukkan bahwa forum ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi semata, tetapi juga mempertimbangkan isu-isu lingkungan dan keberlanjutan yang menjadi perhatian global.
Kesamaan karakteristik antara Indonesia dan negara-negara Afrika sebagai negara berkembang dengan sumber daya alam melimpah dan populasi besar menjadi modal penting dalam membangun kerja sama yang lebih erat. Fokus pada empat sektor prioritas – ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan mineral – menunjukkan pendekatan yang strategis dan berorientasi pada kebutuhan nyata kedua belah pihak.
Menurut hemat penulis, bagi Indonesia, forum ini membuka peluang besar untuk diversifikasi pasar ekspor, pasokan komoditas, dan investasi luar negeri. Di sisi lain, negara-negara Afrika juga dapat memanfaatkan pengalaman dan keahlian Indonesia dalam berbagai bidang pembangunan. Ini menciptakan situasi win-win solution yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di kedua wilayah.
Hal senada juga pernah disampaikan oleh Duta Besar Republik Rwanda, Sheikh Abdul Karim Harelimana. Dirinya memberikan gambaran yang lebih luas tentang tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang. Ketidakseimbangan dalam perdagangan dan pertukaran komoditas antara negara berkembang dan negara maju menjadi isu krusial yang perlu ditangani bersama. Praktik eksploitatif di mana negara-negara maju membeli bahan mentah dengan harga murah dan menjual kembali produk jadi dengan harga mahal harus diakhiri melalui kerja sama dan negosiasi yang lebih adil.
Selain itu, isu degradasi lingkungan yang disebabkan oleh industrialisasi di negara-negara maju juga menjadi perhatian utama. Karena itu, penulis melihat kedua forum ini dapat menjadi platform bagi negara-negara berkembang untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan menuntut tanggung jawab global dalam mengatasi krisis lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih seimbang antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan perlu diadvokasi bersama.
IAF ke-2 dan HLF MSP juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran kepemimpinan di kalangan negara-negara berkembang. Dengan pengalaman pembangunan yang relatif sukses, Indonesia dapat berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dengan mitra-mitra Afrika. Ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin di Global South dan memperluas pengaruhnya di panggung internasional.
Lebih jauh lagi, forum ini dapat menjadi katalis untuk memperkuat solidaritas Selatan-Selatan dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan global. Dengan bersatu, negara-negara berkembang dapat memiliki suara yang lebih kuat dalam forum-forum internasional dan negosiasi multilateral.
Namun, penting untuk diingat bahwa hasil dari forum ini tidak boleh hanya berhenti pada level wacana. Diperlukan tindak lanjut yang konkret dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa kesepakatan dan rencana aksi yang dihasilkan dapat diimplementasikan dengan efektif. Ini termasuk penguatan mekanisme kerja sama bilateral dan multilateral, peningkatan investasi, dan pertukaran pengetahuan dan teknologi.
Dalam konteks yang lebih luas, IAF ke-2 dan HLF MSP juga dapat dilihat sebagai langkah strategis dalam mengimbangi pengaruh kekuatan-kekuatan besar di Afrika. Dengan memperkuat hubungan dengan negara-negara Afrika, Indonesia tidak hanya membuka peluang ekonomi baru, tetapi juga memperluas jejaring diplomatiknya di benua yang semakin penting secara geopolitik.
Penyelenggaraan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 dan High-Level Forum on Multi Stakeholder Partnership (HLF MSP) di Bali pada 1-3 September 2024 merupakan momentum penting untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Afrika. Forum ini tidak hanya menjadi ajang untuk memperkuat hubungan bilateral, tetapi juga untuk merumuskan strategi bersama dalam menghadapi tantangan-tantangan global. Melalui kerja sama yang erat, Indonesia dan negara-negara Afrika dapat memperkuat posisi mereka dalam tatanan global dan memastikan bahwa kepentingan negara-negara berkembang diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan global.
Dengan semangat Bandung Spirit for Africa’s Agenda 2063, Indonesia dan Afrika diharapkan dapat menjadi kekuatan yang signifikan dalam mewujudkan pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan saling menguntungkan. Kolaborasi di sektor-sektor strategis seperti ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan mineral akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Forum ini juga memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk menjalin hubungan ekonomi yang lebih seimbang dan memperkuat kapasitas industri lokal, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada negara-negara maju.
)* Penulis adalah pengamat hubungan luar negeri