Oleh Fitria Hamzah )*
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meresmikan tiga smelter baru sebagai bagian dari upaya hilirisasi ekonomi di Indonesia, yang bertujuan mendorong kemandirian industri dalam negeri. Ketiga smelter ini masing-masing adalah smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, smelter tembaga milik PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) di Sumbawa, dan smelter bauksit (SGAR) milik PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) di Mempawah, Kalimantan Barat. Pembangunan smelter ini menandai langkah konkret Indonesia menuju babak baru dalam industrialisasi nasional yang mampu mengolah sumber daya alam di dalam negeri, bukan lagi mengekspor bahan mentah atau raw material.
Indonesia telah lama menjadi negara penghasil bahan mentah yang diekspor ke luar negeri untuk diolah lebih lanjut. Praktik ini memberikan nilai ekonomi yang rendah bagi negara. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa upaya hilirisasi mineral telah menghadapi banyak tantangan, terutama dari negara-negara maju yang selama ini menikmati keuntungan dari impor bahan mentah Indonesia. Namun, globalisasi yang mengalami tekanan akibat geopolitik global, pandemi Covid-19, dan resesi ekonomi justru memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempercepat proses hilirisasi ini.
Tiga smelter yang diresmikan oleh Presiden Jokowi memiliki potensi untuk mendorong transformasi besar dalam industri Indonesia. Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, misalnya, merupakan smelter tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia, yang mampu memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga setiap tahunnya dan menghasilkan katoda tembaga sebesar 600.000 hingga 700.000 ton per tahun. Investasi untuk smelter ini mencapai Rp 56 triliun, dan Presiden Jokowi memperkirakan bahwa penerimaan negara dari fasilitas ini bisa mencapai Rp 80 triliun per tahun, termasuk dari dividen, royalti, Pajak Penghasilan (PPh), pajak daerah, hingga bea keluar.
Sementara itu, smelter milik PT Amman Mineral Internasional di Sumbawa memakan investasi sebesar Rp 21 triliun dan berperan penting dalam pengolahan tembaga. Smelter ini tidak hanya akan meningkatkan nilai tambah dari komoditas tembaga tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan industri hilir, dan membuka peluang transfer teknologi. Dengan adanya smelter ini, Indonesia tidak lagi mengandalkan ekspor bahan mentah, melainkan mulai menjual produk jadi dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Hal serupa terjadi pada smelter bauksit milik PT Borneo Alumina Indonesia di Mempawah, yang menelan investasi Rp 16 triliun. Smelter ini diharapkan mampu mengolah bauksit menjadi aluminium yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sekaligus menghentikan ketergantungan Indonesia pada impor aluminium. Presiden Jokowi menyebutkan bahwa sekitar 56% kebutuhan aluminium Indonesia saat ini masih diimpor, dan dengan beroperasinya smelter ini, devisa negara sebesar Rp 50 triliun yang selama ini hilang akibat impor aluminium bisa diselamatkan.
Pembangunan smelter tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas, tetapi juga menciptakan dampak positif lainnya bagi perekonomian nasional. Salah satunya adalah peningkatan daya tampung tenaga kerja, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli. Pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, misalnya, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, serta mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, terutama industri yang membutuhkan tembaga sebagai bahan baku, seperti industri kabel listrik.
Selain itu, Rizal juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam pembangunan smelter ini. Salah satu kontribusi pemerintah adalah memastikan pembangunan smelter melalui persyaratan perpanjangan izin operasi yang dikaitkan dengan realisasi proyek smelter. Dengan strategi ini, pemerintah berhasil menciptakan daya tawar yang kuat dan memaksa perusahaan tambang besar seperti Freeport untuk membangun fasilitas pengolahan di dalam negeri.
Kehadiran smelter juga membuka peluang untuk mengurangi impor bahan baku bagi industri dalam negeri. Produk-produk yang dihasilkan oleh smelter, seperti katoda tembaga, dapat langsung diserap oleh industri hilir di dalam negeri, sehingga Indonesia tidak lagi bergantung pada pasokan bahan baku dari luar negeri. Hal ini tentu akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan menciptakan rantai pasok industri yang lebih terintegrasi di dalam negeri.
Hilirisasi mineral bukan hanya upaya untuk meningkatkan nilai tambah komoditas, tetapi juga merupakan fondasi bagi transformasi ekonomi Indonesia. Presiden Jokowi menyebut bahwa pembangunan smelter ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara industri maju yang tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah. Dengan mengolah sumber daya alamnya sendiri, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan devisa negara, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Langkah hilirisasi ekonomi yang diusung oleh Presiden Jokowi melalui pembangunan tiga smelter baru ini merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia untuk menjadi negara industri yang mandiri. Dengan mengolah sumber daya alam di dalam negeri, Indonesia tidak hanya akan memperoleh nilai tambah yang lebih besar, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, meningkatkan devisa, dan memperkuat industri hilir. Semua ini adalah bagian dari visi besar Presiden Jokowi untuk membawa Indonesia menuju era baru sebagai negara industri maju yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
)* penulis merupakan pengamat kebijakan ekonomi