Oleh: Davina Gunawan )*
Hingga saat ini masih ditemukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok khilafah dan ekstremisme di Indonesia. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan pengaruh gerakan kelompok khilafah dan ekstremisme, salah satunya pembubaran kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas untuk mencabut izin ormas yang anti Pancasila.
Menurut data dari IDN Research Institute menunjukkan bahwa sebanyak 19,5 persen generasi milenial setuju khilafah sebagai bentuk idealisme suatu negara. Artinya, masih ada beberapa elemen masyarakat yang setuju akan paham khilafah.
Sebagai generasi muda yang punya cita-cita besar, seharusnya memiliki strategi kontra-khilafah dan ekstremisme agar tidak terjebak pada pemikiran khilafah. Salah satunya yaitu dengan melakukan Dialog Kepemudaan yang dilaksanakan oleh para pemuda di Karawang.
Ketua KNPI Karawang Timur, Nurpauzi mengatakan perlu adanya pencegahan terhadap perkembangan paham radikal di kalangan anak muda. Dengan adanya kemajuan teknologi dan percepatan media informasi digital, bisa menjadi bumerang apabila masyarakat tidak bisa memilah dan memilih informasi yang akurat.
Pihaknya menambahkan bahwa pentingnya kerja sama antara Pemerintah dan masyarakat dalam melakukan penanggulangan paham radikal dan ekstremisme. Semua pihak harus bersinergi menangkal radikalisme khususnya anak muda. Hal tersebut disebabkan karena tindakan radikal serta ekstremisme dapat terjadi akibat acuhnya peranan Pemerintah dan juga masyarakat terhadap aktivitas yang dilakukan oleh lingkungannya.
Selain itu, minimnya literasi di kalangan masyarakat menjadi persoalan yang seringkali menjerumuskan masyarakat dalam narasi-narasi hoaks dan radikalisme. Tidak jarang masyarakat mudah terprovokasi sehingga muncul aksi-aksi radikal yang berakibat pada perpecahan di masyarakat. Pihaknya berharap agar generasi muda bisa menjadi garda terdepan untuk mencegah dan menangkal paham radikal di Indonesia.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) secara tegas mengimbau kepada anak muda akan paparan paham radikal dan intoleransi di Indonesia. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Roedy Widodo mengatakan bahwa terdapat tiga kelompok yang rentan terpapar paham radikal, diantaranya kelompok perempuan, remaja, dan anak-anak. Ketiga kelompok tersebut adalah generasi penerus bangsa yang dikhawatirkan bisa merusak ideologi Pancasila apabila tidak diantisipasi sejak dini.
Roedy juga mengatakan bahwa rentannya paparan paham radikal dan terorisme bisa terjadi melalui pengaruh media sosial. Informasi yang diterima oleh anak muda di media sosial harus dikonfirmasi kembali sumber dan validitasnya. Pihaknya mengajak para anak muda untuk tidak mudah menerima bahkan mengikuti konten yang bersifat kebencian, intoleransi, dan menolak keberagaman.
Konten-konten tersebut yang menjadi pemicu lahirnya konten radikalisme di media sosial. Generasi muda harus berpegang teguh pada empat konsensus kebangsaan dan terus mempererat persatuan bangsa, karena tidak sedikit negara yang hancur karena paham radikal.
Direktur Pencegahan BNPT, Prof. Irfan Idris mengatakan saat ini peningkatan gerakan ideologi radikalisme di bawah permukaan menargetkan perempuan, anak, dan remaja. Pihaknya menegaskan pentingnya kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan perlunya pemantauan dari lembaga-lembaga pendidikan.
Langkah-langkah yang perlu diambil oleh lembaga pendidikan dalam penguatan daya tangkal dan daya tahan paparan radikalisme mencakup kebijakan dari seluruh universitas untuk mendorong peningkatan wawasan kebangsaan dan agama yang moderat, hingga penerapan kurikulum dan aktivitas yang steril dari infiltrasi paham radikal.
Anak muda saat ini harus menjadikan Pancasila sebagai penawar paling efektif dalam upaya menangkal radikalisme dan terorisme yang menjadi ancaman nyata bagi stabilitas keamanan nasional. Sejatinya, Pancasila memberikan ruang bagi setiap elemen masyarakat untuk mengaktualisasikan pandangan keagamaan secara moderat. Selain itu, keteladanan dari para Pemimpin Bangsa dalam beragama menjadi inspirasi penting bagi generasi muda yang bisa dipraktikan melalui tindakan nyata.
Ketua Prodi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhammad Syauqillah mengatakan Pemerintah harus menaruh atensi khusus terhadap kelompok radikal dan ekstremisme yang kembali memperlihatkan diri di masa transisi kepemimpinan 2024. Kemunculan kelompok terlarang tersebut merupakan sinyal kuat bahwa organisasi transnasional masih eksis di Indonesia.
Edukasi dan pemahaman tentang ancaman yang dihadapi dari organisasi maupun aliran-aliran radikal sangat perlu ditingkatkan. Generasi muda harus dibekali dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai kebangsaan, pluralisme, dan demokrasi sebagai kunci untuk melawan propaganda radikal dan membangun masyarakat yang kuat, inklusif, dan juga toleran.
Jangan biarkan paham radikal merusak keharmonisan dan persatuan bangsa Maka dari itu, pentingnya peran pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial agar bisa menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat dari paparan radikalisme.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara