Oleh: Daniel Wonda
Papua, dengan segala kekayaan alamnya yang melimpah dan keindahan alamnya yang menakjubkan, sejak lama menjadi salah satu wilayah strategis Indonesia. Namun, wilayah ini juga menjadi pusat gerakan separatis yang berupaya memisahkan diri dari NKRI, dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai simbol perlawanan mereka.
Selama bertahun-tahun, OPM terus melakukan berbagai aksi kekerasan yang mengganggu stabilitas di wilayah tersebut. Meski demikian, upaya gigih aparat keamanan dalam menjaga keamanan Papua mulai menunjukkan hasil yang nyata. Salah satu bukti keberhasilan ini adalah kembalinya beberapa simpatisan OPM ke pangkuan NKRI.
Keberhasilan aparat keamanan dalam mengamankan Papua tidak hanya sekadar diukur dari berkurangnya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh gerombolan separatis asal Bumi Cenderawasih, tetapi juga dari semakin banyaknya simpatisan yang mulai sadar dan memilih untuk kembali ke pangkuan NKRI. Tindakan ini merupakan refleksi dari keberhasilan berbagai pendekatan, baik melalui operasi militer, pembinaan, maupun dialog yang dibangun oleh pemerintah dan pihak keamanan.
Salah satu peristiwa penting yang mencerminkan keberhasilan ini adalah kembalinya tiga simpatisan OPM, yakni Juli Sani, Ales Sani, dan Hengki Sani. Kembalinya mereka ke pangkuan NKRI bukanlah hal yang terjadi begitu saja, melainkan hasil dari proses panjang.
Letkol Inf. Dian Setyadi, Dansatgas Yonif 509 Kostrad, menyatakan bahwa ikrar sumpah setia yang dibacakan oleh ketiga simpatisan tersebut menjadi bukti penting bahwa upaya yang dilakukan selama ini untuk meredam gerakan separatis di Papua telah berjalan dengan baik. Bagi Dian Setyadi, keberhasilan ini bukan hanya tentang kembalinya beberapa individu, tetapi lebih luas lagi, tentang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Stabilitas di Papua sangat krusial, dan keberhasilan aparat keamanan dalam meredam gerakan separatis seperti OPM tak lepas dari strategi yang terencana dengan baik. Di balik kembalinya simpatisan-simpatisan ini, terdapat upaya keras aparat keamanan yang tak hanya menggunakan pendekatan militer, tetapi juga melalui berbagai program pembinaan dan pendekatan kultural yang menghormati adat istiadat masyarakat setempat.
Brigjen TNI Lucky Avianto, yang menjabat sebagai Panglima Habema, menyatakan bahwa kembalinya simpatisan OPM ke pangkuan ibu pertiwi ini adalah bukti konkret bahwa pendekatan keamanan yang dilakukan selama ini telah berjalan efektif.
Menurutnya, menjaga stabilitas di Papua bukan hanya tentang mengamankan wilayah dari gerombolan teroris musuh negara, tetapi juga memenangkan hati dan pikiran masyarakat setempat.
Lebih jauh lagi, keberhasilan ini juga menunjukkan adanya perubahan kesadaran di kalangan simpatisan OPM. Banyak dari mereka yang mulai menyadari bahwa perjuangan mereka selama ini justru merugikan masyarakat Papua sendiri.
OPM, yang pada awalnya berdiri dengan semangat perlawanan terhadap penjajahan, kini lebih banyak digunakan sebagai alat oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah belah persatuan bangsa.
Nicholas Messet, mantan petinggi dan pendiri OPM yang telah kembali ke pangkuan NKRI pada 2007, menyatakan bahwa OPM dan para simpatisannya yang masih aktif sebenarnya adalah ‘boneka’ dari kepentingan luar, terutama Belanda.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa gerakan separatis di Papua tidak sepenuhnya lahir dari keinginan masyarakat asli Papua, melainkan hasil manipulasi pihak luar yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan politik mereka sendiri.
Hal ini juga menjadi peringatan bahwa tantangan keamanan di Papua tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari pihak-pihak luar yang masih memiliki kepentingan tersembunyi di wilayah tersebut.
Dengan menyadari hal ini, pemerintah dan aparat keamanan terus berupaya mengatasi ancaman tersebut dengan cara yang lebih komprehensif dan strategis. Selain operasi militer, pendekatan-pendekatan yang lebih humanis dan berbasis pada nilai-nilai lokal juga diterapkan untuk merangkul kembali masyarakat yang sempat terpengaruh oleh gerombolan separatis.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat di Papua. Program-program pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi di Papua secara langsung membantu mengurangi pengaruh kelompok pengacau di Tanah Papua.
Sebab, salah satu alasan mengapa OPM dan gerakan separatis lainnya dapat bertahan selama ini adalah karena ketidakpuasan masyarakat terhadap ketimpangan pembangunan. Namun, dengan semakin meratanya pembangunan, masyarakat Papua kini memiliki lebih banyak alasan untuk tetap berada dalam bingkai NKRI.
Tentu saja, tantangan menjaga stabilitas Papua tidak bisa dianggap selesai. Masih ada simpatisan OPM dan gerombolan separatis yang terus berupaya mengganggu keamanan di wilayah tersebut.
Namun, dengan semakin banyaknya simpatisan yang memilih untuk kembali, optimisme bahwa Papua akan semakin damai semakin besar. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan aparat keamanan, baik dari TNI, Polri maupun BIN telah berjalan di jalur yang tepat.
Di masa depan, tantangan untuk menjaga stabilitas di Papua akan terus ada, namun langkah-langkah nyata yang sudah diambil membuktikan bahwa dengan kesabaran dan strategi yang tepat, perdamaian di wilayah ini bisa diwujudkan. Kembalinya para simpatisan OPM ke pangkuan NKRI adalah salah satu bukti bahwa upaya tersebut tidak sia-sia.
*) Mahasiswa Papua dari Universitas Pancasila