Oleh : Joanna Alexandra Putri )*
Di tengah gemuruh persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, suara-suara yang menolak politik identitas semakin nyaring terdengar. Aksi bersama ini bukan hanya tentang menjaga keutuhan bangsa, tapi juga tentang menciptakan ruang demokrasi yang lebih sehat dan adil.
Dalam perjalanan menuju pesta demokrasi, mari kita jaga persatuan dan berfokus pada visi serta program yang membangun, bukan pada perbedaan yang memecah belah. Mari bersama-sama membangun kesadaran bahwa perbedaan adalah kekuatan, bukan alat politik.
Menjelang Pilkada 2024, penting bagi kita semua untuk bersinergi menolak politik identitas. Dalam konteks ini, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Barat (Kalbar), Muhajirin Yanis, telah memberikan imbauan yang sangat relevan. Ia menegaskan bahwa peserta pesta demokrasi harus menghindari politik identitas untuk mewujudkan kedamaian dan harmonisasi di Kalbar.
Menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat, Muhajirin menggarisbawahi bahwa rumah ibadah tidak boleh dijadikan sarana untuk kampanye politik. Kampanye yang berfokus pada politik identitas hanya akan memperkeruh suasana dan mengancam kerukunan yang selama ini terjaga. Muhajirin mengajak semua pihak untuk berkampanye tanpa menggunakan politik identitas, sebagai bentuk komitmen terhadap Pilkada yang damai dan harmonis.
Pada Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Aktor Kerukunan yang berlangsung di Pontianak, bertema “Kolaborasi dan Sinergitas untuk Wujudkan Pilkada Damai di Kalimantan Barat Tahun 2024” menjadi sorotan utama. Seminar ini menghadirkan berbagai pembicara yang menekankan pentingnya peran aktif tokoh agama dan masyarakat dalam menjaga suasana kondusif menjelang Pilkada.
Muhajirin menekankan bahwa kita harus menjadi penyejuk di tengah suhu politik yang memanas, dengan memberikan pemahaman bahwa perbedaan pilihan adalah hal yang wajar, namun menjaga kerukunan adalah sebuah keharusan.
Toleransi dan pemahaman terhadap perbedaan menjadi kunci utama dalam menciptakan suasana Pilkada yang damai. Muhajirin menegaskan bahwa toleransi baru bisa terwujud dengan baik ketika kita saling memahami perbedaan yang ada. Tidak mungkin menjadi orang yang moderat tanpa keadilan, dan ketika kita memiliki pemahaman moderat, maka keadilan dan kerukunan dapat terwujud.
Kepala Badan Kesbangpol Kalbar, Manto, juga memberikan pandangannya tentang pentingnya menjaga suasana Pilkada agar tetap damai. Ia menekankan bahwa semua kandidat yang akan maju pada Pilkada 2024 adalah putra terbaik Kalimantan Barat, dan peran masyarakat adalah menjaga kerukunan dan ketertiban selama proses pemilihan. Manto menambahkan bahwa peran kita semua adalah menjadi penyejuk atas suasana yang memanas.
Ketua FKUB Kalbar, Ibrahim, menambahkan bahwa FKUB bersama aktor kerukunan yang moderat berperan aktif dalam mengawal Pilkada 2024. Mereka berperan sebagai pelopor untuk memastikan Pilkada berjalan dengan aman, damai, luber, dan jurdil.
Deklarasi damai dari seluruh peserta seminar menggarisbawahi komitmen mereka untuk menjaga situasi kamtibmas yang kondusif di Kalbar selama Pilkada 2024. Deklarasi ini menegaskan bahwa penggunaan politik identitas tidak memiliki tempat dalam demokrasi yang sehat dan adil, serta menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergitas dalam mewujudkan Pilkada yang damai.
Sementara itu, di Jakarta, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta mulai memetakan kerawanan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI, Benny Sabdo, mengungkapkan bahwa upaya ini dilakukan dengan melihat sosok yang akan bersaing sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Mulai dari politik identitas hingga politik dinasti menjadi perhatian utama mereka, meskipun calon-calon tersebut belum ada. Pemetaan ini juga dilatarbelakangi oleh pengalaman penyelenggaraan periode-periode sebelumnya, seperti Pilkada 2017 yang sangat keras dan memunculkan demo berjilid-jilid.
Benny menambahkan, politisasi SARA dan politik identitas pada Pilkada 2017 begitu membelah masyarakat di tingkat bawah. Oleh karena itu, pemetaan kerawanan Pilkada Jakarta 2024 menjadi langkah penting dalam mengantisipasi potensi konflik serupa. Dalam hal ini, peran Bawaslu sangat krusial untuk memastikan bahwa Pilkada 2024 berjalan dengan damai dan adil.
Seruan untuk menolak politik identitas dalam Pilkada 2024 ini bukan sekadar seruan moral. Ini adalah panggilan untuk kita semua, sebagai warga negara yang peduli akan masa depan bangsa. Politik identitas, dengan segala bentuknya, hanya akan memecah belah kita.
Sementara itu, kolaborasi dan sinergitas adalah kunci untuk mewujudkan Pilkada yang damai dan demokratis. Mari kita jadikan Pilkada 2024 sebagai momen untuk memperkuat persatuan dan menjaga keutuhan bangsa. Bersama-sama, kita bisa menciptakan suasana politik yang lebih sejuk dan penuh kedamaian.
Pilkada bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan cara yang sehat dan beradab. Mari kita tolak politik identitas dan bergerak menuju masa depan yang lebih harmonis dan adil. Pilkada 2024 adalah kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa kita bisa bersatu dalam perbedaan dan tetap menjaga kerukunan.
)* Penulis adalah kontributor Jeka Media Institute