Oleh: Loa Murib
Di tengah konflik yang berlangsung lama di Papua, Organisasi Papua Merdeka (OPM) kerap menggunakan taktik penyebaran hoaks untuk memicu ketidakstabilan dan kekhawatiran di masyarakat. Hoaks yang disebarkan oleh OPM ini bukan hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi memicu konflik lebih lanjut dan mengganggu keamanan serta kedamaian di wilayah tersebut. Untuk itu masyarakat diharapkan tidak termakan isu hoaks yang disebarkan OPM untuk menciptakan kegaduhan.
Salah satu hoaks yang disebarkan oleh OPM adalah klaim terjadi baku tembak antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan militer Indonesia di Ilaga, Papua, pada 27-29 Juni 2024. Kepala Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz, Brigadir Jenderal Polisi Faizal Ramadhani, dengan tegas membantah laporan tersebut. Menurutnya hingga saat ini belum ada laporan baku tembak di Ilaga.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi klaim dari Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (KOMNAS TPNPB) yang menyebutkan terjadi baku tembak selama tiga hari berturut-turut di Ilaga. Klaim tersebut juga menyebutkan adanya penggunaan drone yang dilengkapi bom mortir, mengakibatkan luka berat pada seorang warga sipil. Namun, pernyataan ini dibantah keras oleh Satgas Damai Cartenz, yang memastikan bahwa tidak ada laporan atau bukti yang mendukung klaim tersebut.
Hoaks lain yang disebarkan oleh OPM adalah kabar bahwa aparat gabungan TNI-Polri mengusir pasien dan menutup ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Madi, Kabupaten Paniai, Papua Tengah. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cendrawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan, menyebut kabar tersebut sebagai berita bohong yang sengaja disebarkan untuk menciptakan kegaduhan.
Menurut Candra, kehadiran aparat gabungan di RSUD Madi adalah untuk mengamankan fasilitas kesehatan tersebut dari ancaman OPM, yang diduga berniat membakar rumah sakit. Menurutnya justru saat ini, aparat TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai, karena ada pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut.
Candra juga menjelaskan bahwa beberapa narasi menyesatkan yang beredar di media sosial, termasuk isu pasien anak-anak yang dipaksa mencari rumah sakit lain dan pintu RSUD yang dipalang, tidak sesuai dengan fakta. Pihak rumah sakit sendiri telah membantah kabar tersebut dan menjelaskan bahwa pintu dipalang untuk mencegah kehilangan obat-obatan dan peralatan medis.
OPM juga menyebarkan kabar bohong tentang pembunuhan seorang prajurit TNI, Serka Rusli, yang diklaim dibunuh dan dibakar beserta mobilnya di Kopo Paniai, Papua, pada 11 Juni. Kabar tersebut disebarkan melalui akun media sosial X @Revolutions1977, namun segera dibantah oleh pihak berwenang.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa Serka Rusli masih hidup dan menjalankan tugas seperti biasa. Orang yang sebenarnya dibunuh adalah seorang sopir taksi bernama Daeng Rusli asal Makassar. Menurutnya tindakan keji dan tak berperikemanusiaan OPM kepada masyarakat sipil ini jelas melanggar HAM berat.
Kristomei juga menegaskan bahwa akun @Revolutions1977 telah memberikan informasi palsu kepada masyarakat, yang bertujuan untuk menimbulkan ketakutan dan kekacauan. Kabar tersebut dipastikan hoaks. Serka Rusli saat ini dalam keadaan sehat walafiat dan masih berdinas di Yonif 753/AVT.
Penyebaran hoaks oleh OPM tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga mengganggu stabilitas keamanan di Papua. Hoaks-hoaks ini menimbulkan kepanikan, ketidakpercayaan, dan bahkan potensi konflik horizontal di antara masyarakat. Selain itu, hoaks-hoaks tersebut juga menyulitkan upaya pemerintah dan aparat keamanan dalam menjaga ketertiban dan keselamatan di wilayah Papua.
Dalam menghadapi penyebaran hoaks ini, peran serta media massa dan masyarakat sangat penting. Media massa diharapkan dapat menyajikan berita yang akurat dan terverifikasi, sementara masyarakat perlu lebih kritis dalam menerima informasi yang beredar di media sosial. Pemerintah dan aparat keamanan juga perlu meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman.
Masyarakat yang termakan hoaks menjadi lebih mudah dipengaruhi oleh propaganda separatis, yang pada akhirnya dapat memperparah situasi keamanan di Papua. Hoaks juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, seperti terhentinya aktivitas bisnis dan pendidikan akibat kekhawatiran yang tidak berdasar.
Masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai cara mengenali dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Literasi media yang baik akan membantu masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya. Selain itu Media massa harus berperan aktif dalam menyajikan berita yang akurat dan terverifikasi. Mereka juga harus cepat dalam mengklarifikasi informasi yang tidak benar untuk mencegah penyebaran hoaks lebih lanjut.
Penyebaran hoaks oleh OPM merupakan ancaman serius yang harus diwaspadai oleh masyarakat. Hoaks-hoaks ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga dapat memicu ketidakstabilan dan keresahan yang merugikan semua pihak. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima informasi, dan bagi pemerintah serta media massa untuk berperan aktif dalam menangkal penyebaran hoaks. Dengan kerjasama yang baik antara semua pihak, diharapkan keamanan dan kedamaian di Papua dapat terjaga, serta masyarakat dapat hidup dengan rasa aman dan tenteram.
*Penulis Adalah Mahasiswa Papua Yang Tinggal di Surabaya