Oleh: Pradnya Sari )*
Sejak awal masa pemerintahannya sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2014, Joko Widodo (Jokowi) telah menjadikan penguatan ekonomi nasional sebagai salah satu prioritas utamanya. Salah satu cara yang ditempuh untuk mencapai hal ini adalah dengan mendorong masuknya investasi asing ke dalam negeri. Upaya tersebut telah menunjukkan hasil yang signifikan, di mana arus investasi asing terus mengalir deras, memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintahan Jokowi sejak awal berfokus pada kebijakan yang menarik minat investor asing. Beberapa langkah kunci yang diambil antara lain deregulasi, penyederhanaan izin usaha, serta penguatan infrastruktur. Melalui Paket Kebijakan Ekonomi yang diluncurkan sejak 2015, Jokowi berupaya memangkas aturan-aturan yang menghambat investasi dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.
Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan Online Single Submission (OSS) yang mempermudah proses perizinan bagi para investor. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan prosedur yang selama ini dikenal rumit dan birokratis. Hasilnya, Indonesia semakin kompetitif di mata para investor asing.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong mengungkapkan ada dua sektor yang menjadi penyelamat Indonesia dalam mendulang foreign direct Investment (FDI). Dua sektor tersebut yakni industri pengolahan dan e-commerce. Thomas melanjutkan jika dalam periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, pihaknya mencatat aliran deras arus modal ke e-commerce. Hanya dalam 3-4 tahun terakhir FDI ke unicorn, startup meloncat dari sebelumnya hampir tidak ada, sekarang 15-20 persen dari total FDI Indonesia setiap tahun. Serta Indonesia telah menjadi tuan rumah yg unicorn-nya melebihi jumlah unicorn di Eropa.
Selain itu, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, total aliran modal yang masuk ke instrument Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) hingga 21 Mei 2024 telah sebesar Rp 508,41 triliun. Dari situ, yang berasal dari aliran modal asing senilai Rp 142,9 triliun, atau setara 28,11% dari total outstanding atau total pembelian SRBI. Dari data tersebut dapat terlihat jika inflow dari asing cukup deras. Destry mengatakan, total aliran modal asing yang masuk ke instrumen SRBI pada 23 Mei itu meningkat dari catatan pada 21 April 2024 yang baru sebesar Rp71,55 triliun atau setara 18,18% dari total outstanding.
Selain SRBI, aliran modal yang masuk ke instrumen investasi portofolio BI itu di antaranya Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Suku Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing masuk secara total sebesar US$ 2,13 miliar, dan US$ 257 juta.
Destry memastikan, bahwa pemerintah akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong kembali aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik. Optimalisasi instrumen moneter pro-market juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan dalam memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil.
Hingga saat ini, realisasi penanaman modal asing (PMA) trennya makin meningkat, dari kuartal pertama 2015 senilai Rp 82,1 triliun menjadi Rp 204,4 triliun kuartal I-2024 atau melonjak 148,96%. Data realisasi investasi PMA dan PMDN ini di luar investasi sektor hulu migas, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asuransi, sewa guna usaha, industri rumah tangga, serta usaha mikro dan usaha kecil. Sedangkan kurs yang digunakan adalah US$ 1 = Rp 15.000, sesuai dengan asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Peningkatan realisasi investasi ini juga banyak menyerap tenaga kerja Indonesia (TKI). Sepanjang triwulan I-2024, investasi tersebut mampu menyerap TKI sebanyak 547.419. Angka itu di luar tenaga kerja asing yang ikut bekerja. Penyerapan tenaga kerja tersebut sejalan dengan realisasi investasi di sektor manufaktur yang mencapai Rp 161,1 triliun, atau 40,2% dari total investasi dalam tiga bulan pertama 2024. Nilai ini tidak terlalu banyak berbeda dibandingkan investasi di sektor infrastruktur dan jasa senilai Rp 169,2 triliun atau 42,1%. Sedangkan investasi di sektor primer sebesar Rp 71,2 triliun (17,7%).
Arus deras investasi asing ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada masa pemerintahan Jokowi, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%, meskipun di tengah tantangan global seperti perang dagang dan pandemi COVID-19.
Peningkatan investasi asing juga berkontribusi pada peningkatan cadangan devisa, stabilitas nilai tukar rupiah, serta penurunan tingkat pengangguran. Selain itu, masuknya modal asing telah memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Era pemerintahan Jokowi telah menandai fase penting dalam upaya Indonesia untuk memperkuat ekonomi melalui investasi asing. Melalui kebijakan yang tepat dan dorongan yang kuat terhadap pembangunan infrastruktur, Indonesia berhasil menarik minat investor global dan meraih manfaat yang nyata bagi perekonomian. Dengan menjaga momentum ini, Indonesia berpotensi terus tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan ekonomi yang lebih tangguh di masa depan.