Oleh : Yocki Marta
Judi online (judol) telah menjadi isu yang sangat mencuat di Indonesia belakangan ini. Tidak hanya memberikan dampak sosial yang negatif, aktivitas ini juga merugikan perekonomian individu dan daerah secara keseluruhan. Di berbagai wilayah Indonesia, dari Bima hingga Jakarta Barat, judol telah menimbulkan berbagai masalah serius, mulai dari kerugian ekonomi daerah, keretakan keluarga, hingga meningkatnya angka perceraian. Berikut adalah beberapa fakta dan dampak yang ditimbulkan oleh judi online yang perlu kita waspadai bersama.
Wakil Bupati Bima, Dahlan M. Noer, mengungkapkan bahwa judol memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian daerahnya. Ia menyatakan bahwa uang yang seharusnya berputar di wilayah Bima malah mengalir keluar daerah dan bahkan keluar negeri melalui aktivitas judol. Hal ini tidak hanya mengurangi daya beli masyarakat lokal tetapi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah. Menurutnya banyak uang masyarakat yang hilang dan mengalir ke luar negeri karena judol. Ini sangat mengganggu perekonomian dan segera harus dihentikan.
Menurut laporan terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga Mei 2024, sebesar 5 triliun rupiah dana judol telah mengalir ke luar negeri, dengan 20 negara menjadi tujuan aliran dana ini, mayoritas adalah negara-negara ASEAN. Transaksi yang dihasilkan dari aktivitas haram ini mencapai nilai fantastis. Hingga akhir 2023, terdapat 168 juta transaksi terkait judi online dengan total nilai transaksi mencapai 327 triliun rupiah. Dampak ekonomi ini menunjukkan betapa seriusnya masalah judol yang tidak hanya merugikan individu, tetapi juga ekonomi daerah secara keseluruhan.
Dampak judol tidak hanya berhenti pada ekonomi. Aktivitas ini juga merusak keharmonisan keluarga. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyoroti bahwa keluarga yang terdampak oleh pelaku judol seringkali mengalami masalah serius. Ia mengimbau agar keluarga yang terdampak segera memutus hubungan dengan pelaku judol untuk menghindari dampak yang lebih buruk.
Kasus tragis yang melibatkan seorang polisi wanita (Polwan) yang membakar suaminya karena kesal suaminya menghabiskan uang untuk judol menjadi contoh nyata betapa seriusnya dampak judol terhadap keharmonisan keluarga. Dalam banyak kasus, keluarga menjadi korban utama dari aktivitas keuangan ilegal ini, dan seringkali anak-anak juga ikut terdampak, mengingat bahwa mereka berada di lingkungan yang tidak stabil dan penuh konflik.
Di wilayah Jakarta Barat, dampak judol juga terlihat jelas dari meningkatnya angka perceraian. Pengadilan Agama Jakarta Barat mencatat bahwa sejak Januari hingga Juni 2024, terdapat 1.943 kasus perceraian. Dari jumlah tersebut, mayoritas alasan perceraian adalah masalah ekonomi dan judi online. Humas Pengadilan Agama Jakarta Barat, Aminuddin mengatakan sekitar 80 persen kasus perceraian terkait dengan masalah ekonomi, di mana judi online menjadi salah satu faktor utama. Banyak suami yang menggunakan uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan keluarga malah dihabiskan untuk bermain judi online. Hal ini menyebabkan ketegangan dalam rumah tangga, menurunnya kesejahteraan keluarga, dan akhirnya berujung pada perceraian.
Selain itu, Anggota DPR RI Komisi VIII, Wisnu Wijaya Adiputra, mengungkapkan bahwa selama tahun 2023, ada sepuluh kasus kriminal terkait judi online. Sementara itu, dari Januari hingga April 2024, tercatat ada empat kasus bunuh diri yang disebabkan oleh kecanduan judi online. Kecanduan judi tak hanya memicu kehancuran finansial, tetapi juga menyulut api kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) telah menerima enam laporan terkait KDRT dan penelantaran anak. Deputi Pemenuhan Hak Anak KPPPA Nahar mengatakan bahwa pihaknya telah menerima enam laporan terkait kecanduan judi online yang dilakukan oleh suami dan berujung tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Laporan-laporan tersebut berasal dari daerah Madiun, Tangerang, dua kasus di Jombang, Jakarta Utara, dan Tasikmalaya. Dalam setiap kasus, pola yang serupa terlihat: suami yang kecanduan judi online menjual barang-barang di rumah, termasuk milik anak-anak untuk keperluan sekolah, demi memenuhi hasrat berjudi.
Melihat dampak yang begitu luas dan serius, diperlukan upaya pencegahan yang komprehensif dan edukasi kepada masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan, khususnya kepada kaum perempuan yang seringkali menjadi korban dari aktivitas keuangan ilegal. Edukasi keuangan ini diharapkan dapat membantu masyarakat mengenali dan menghindari jeratan aktivitas keuangan ilegal seperti judol.
Judi online bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang berdampak luas. Dari kerugian ekonomi daerah, keharmonisan keluarga yang terancam, hingga meningkatnya angka perceraian, dampak judol sangat merusak. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk waspada dan aktif dalam upaya pencegahan serta edukasi. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat perlu menjadi benteng utama dalam menghadapi tantangan ini, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan stabil bagi generasi mendatang.
*Penulis adalah Pengamat Ekonomi