Oleh: Linda Permata
Para pemuda memiliki peranan yang sangat penting untuk melawan penyebaran paham atau ideologi radikalisme dan terorisme, khususnya pada dunia digital serta media sosial, yang mana menjadi wilayah paling akrab mereka kunjungi.
Belakangan ini, perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi membuat masyarakat sangat mudah untuk mengakses atau berkunjung di dunia digital serta media sosial.
Padahal, di dalam sana bisa menjadi salah satu tempat yang sangat rawan karena antara kebenaran ataupun kepalsuan bisa sangat sulit membedakannya. Bahkan tidak jarang orang termanipulasi dan terprovokasi hanya karena berasal dari dirinya melihat suatu unggahan dalam media sosial.
Karena sifat dunia digital yang memungkinkan siapapun, kapanpun dan di manapun mampu menyebarluaskan apapun, hal tersebut seringkali menjadi sasaran empuk oleh para agen propagandis paham radikalisme untuk terus menyebarkan ajaran mereka demi mencari simpatisan.
Terlebih, ketika mengetahui bahwa dunia digital atau media sosial merupakan tempat yang sangat sering anak muda kunjungi, yang mana biasanya memang para pemuda memiliki sifat cenderung masih labil dan berupaya mencari jati diri mereka, maka momentum itu juga seringkali menjadi sasaran oleh para propagandis radikalisme dan terorisme.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel mengingatkan kepada semua pihak akan perlunya terus meningkatkan kewaspadaan secara bersama-sama karena menanggapi adanya fenomena akan radikalisme online yang terus membuka jalan untuk aksi secara ‘lone wolf’. Pola tersebut kerap kali menyasar para remaja, anak dan juga perempuan sehingga mendorong semakin masifnya dunia digital, yang memungkinkan tercipta sebuah radikalisasi.
Adanya fenomena tersebut bisa tertanggulangi dengan cara terus membangun kesadaran publik secara bersama melalui upaya melawan radikalisme dan terorisme di dunia digital. Tujuan utama dari upaya tersebut adalah agar masyarakat memiliki ketahanan diri sehingga dapat terhindar dari berbagai ajaran yang bertentangan dengan ideologi bangsa.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT RI, Irfan Idris mengaku bahwa pihaknya terus berupaya untuk mencerdaskan masyarakat agar mampu menyaring dan menyikapi bagaimana kemunculan berbagai macam konten yang bermuatan akan radikalisme dan banyak tersaji di dunia maya.
Menurutnya, seluruh komponen bangsa dari segenap lapisan elemen masyarakat memang harus cerdas digital agar mereka dapat menyaring seluruh narasi di media sosial. Sejalan dengan hal itu, pemerintah juga terus berupaya mencerdaskan masyarakat agar lebih melek pada perkembangan teknologi serta kemajuan informasi.
Oleh karena itu, segala bentuk jenis konten radikal di dunia digital harus mendapatkan perhatian yang sangat serius dari banyak pihak. Sebab, jika terus mengalami pembiaran, maka konten tersebut akan berdampak pada merusak kelompok rentan seperti perempuan, anak dan remaja.
Dalam upaya untuk membendung adanya penyebaran konten radikalisme terus berpenetrasi di media sosial yang membawa pesan akan kekerasan dan memecah belah bangsa, maka sinergita semua pihak menjadi hal penting dalam menyuarakan nilai-nilai kebangsaan.
Sampai saat ini, paham atau ideologi radikalisme masih terus menjadi sebuah ancaman yang sangat nyata bagi keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia. Terlebih, dengan pemanfaatan kecanggihan teknologi informasi, maka target penyebaran paham tersebut kini menyasar kepada generasi muda yang sangat akrab dengan internet.
Terhadap kalangan Generasi Z saat ini, kelompok radikal terus menggunakan internet dan media sosial untuk melancarkan berbagai macam ide radikal mereka supaya dapat semakin mudah terjangkau dengan sangat luas.
Biasanya para anak muda yang sangat mudah untuk terpapar oleh ajaran radikalisme adalah mereka yang baru saja mendalami agamam kemudian terdapat faktor lain seperti mereka memang ingin menunjukkan eksistensi dirinya.
Dengan terus menyebarkan berbagai gerakan jihad melalui media sosial, terlebih dengan penggunaan etos untuk melawan penindasan kepada Kaum Muslin, maka hal tersebut biasnaya yang membuat para generasi muda akan jauh lebih mudah terpikat.
Adanya media sosial jelas membuat proses radikalisme kini semakin bergeser, di mana mereka kerap membuat orang bisa dengan sangat mudah bergabung lewat jaringan sosial. Karena dengan demikian memungkinkan kelompok radikal untuk terus bergerak melawan kelompok multikulturalisme.
Harus ada sebuah edukasi dan peningkatan akan wawasan bagi para pemuda agar mereka bisa lebih memahami mengenai bahayanya paham radikalisme, mengingat penyebaran ideologi bertentangan dengan nilai luhur bangsa itu sangat masif terjadi kepada anak muda di media sosial.
Apabila para anak muda penerus generasi bangsa tersebut mendapatkan didikan yang benar, maka bukan tidak mungkin para pemuda tersebut juga bisa menjadi garda terdepan untuk memberikan edukasi pada teman sebaya mereka dan juga membuat banyak konten di media sosial atau dunia digital untuk melawan balik dan menangkal radikalisme.