Jakarta — Pemerintah menegaskan bahwa pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah melalui seluruh tahapan regulatif secara lengkap dan transparan. Regulasi baru ini dinilai menjadi pondasi penting bagi sistem peradilan pidana modern yang lebih akuntabel dan menjamin hak-hak warga negara.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menekankan bahwa penyusunan KUHAP telah berlangsung panjang dengan memastikan partisipasi bermakna dari publik dan para pemangku kepentingan.
“KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi meaning participation atau partisipasi yang bermakna. Sejak Februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” tegas Habiburokhman.
Ia menjelaskan bahwa revisi KUHAP menjadi kebutuhan mendesak untuk memperkuat posisi warga negara dalam proses hukum, terutama bagi kelompok rentan.
“KUHAP baru disebutkan telah mengakomodir kebutuhan kelompok rentan, memperjelas syarat penahanan, perlindungan dari penyiksaan, penguatan dan perlindungan hak korban, kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi, hingga keadilan restoratif,” ujarnya.
Habiburokhman juga membandingkan perbedaan esensial antara KUHAP lama dan yang baru disahkan.
“Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru, warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” sambungnya.
Ia menegaskan bahwa pembaruan KUHAP menjadi penting seiring pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026.
“Komisi III bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan seluruh penegak hukum di negeri ini, yang akan mendampingi penggunaan KUHP sebagai hukum materil harus dilengkapi dengan hukum operasionalnya,” ujarnya.
Dari pihak pemerintah, Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pengesahan KUHAP merupakan langkah strategis dalam memperkuat sistem hukum nasional.
“Prosesnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, akademisi, praktisi hukum, aparat penegak hukum, organisasi profesi, lembaga bantuan hukum, masyarakat sipil, dan kelompok rentan. Masukan dari publik diserap melalui rapat kerja, uji publik, dan konsultasi nasional agar rumusan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta perkembangan hukum dan teknologi masa kini,” ungkap Supratman.
Ia memastikan bahwa pemerintah mendukung penuh pengesahan KUHAP baru agar penegakan hukum nasional semakin adaptif dan berkeadilan.
Dukungan juga datang dari para praktisi hukum. Ketua Umum Himpunan Advokat Pembela Profesi (HAPSI), M. Arif Sulaiman, menilai pengesahan ini sebagai momentum bersejarah bagi Indonesia untuk keluar dari bayang-bayang hukum kolonial.
“Selamat, kita telah meninggalkan warisan Belanda sejak disahkannya UU KUHAP ini. DPR dan Pemerintah layak diapresiasi karena berhasil menetapkan KUHAP yang sesuai dengan perkembangan zaman,” kata Arif.
Meski demikian, Arif mengingatkan bahwa keberhasilan KUHAP baru sangat bergantung pada implementasi.
“Jangan sampai KUHAP baru ini hanya jadi dokumen formal. Implementasinya harus nyata dan transparan. Sosialisasi ke penyidik, jaksa, dan hakim sangat penting agar hukum benar-benar dijalankan sesuai prinsip due process of law,” ujarnya.
Dengan pengesahan KUHAP baru ini, pemerintah dan DPR berharap sistem peradilan pidana Indonesia dapat bergerak menuju tatanan hukum yang lebih modern, humanis, dan berpihak pada hak-hak warga negara.
