Oleh: Saprudin Hartono *)
Pemerintah tengah mengakselerasi langkah-langkah strategis dalam mendorong tercapainya swasembada pangan nasional. Upaya ini mencakup berbagai aspek mulai dari pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan distribusi air, hingga integrasi lintas sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Fokus utama diarahkan pada peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi sistem pertanian nasional untuk menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, serta dinamika pasar pangan.
Salah satu langkah konkret ditunjukkan melalui percepatan rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Pondok di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Proyek ini menjadi bagian penting dalam memperkuat sistem irigasi nasional yang selama ini menjadi penopang utama sektor pertanian. Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya sekadar memperbaiki saluran irigasi lama, tetapi juga membangun ulang sistem distribusi air yang lebih modern dan efisien. Menurutnya, rehabilitasi DI Pondok ditargetkan mampu meningkatkan indeks pertanaman dari 190 persen menjadi 300 persen. Dengan demikian, petani diharapkan dapat melakukan panen tiga kali dalam setahun, naik dari sebelumnya hanya dua kali.
Pemerintah memandang sistem irigasi sebagai infrastruktur strategis yang tidak hanya berperan dalam meningkatkan hasil panen, tetapi juga menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang. DI Pondok, yang memiliki cakupan layanan seluas 3.450 hektare, dipilih sebagai bagian dari program prioritas karena potensinya dalam meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Rehabilitasi saluran sekunder seperti Sambiroto Kiri, Sambiroto Kanan, Dero Kiri, dan Dero Kanan, menjadi langkah krusial untuk memastikan distribusi air yang merata dan berkelanjutan.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Maryadi Utama, menyatakan bahwa proyek ini dilakukan secara bertahap agar manfaatnya segera dapat dirasakan oleh para petani. Ia menekankan bahwa optimalisasi irigasi menjadi titik tumpu dalam memperkuat ketahanan pangan di wilayah hulu Bengawan Solo. Kehadiran infrastruktur air yang memadai akan membuka peluang peningkatan hasil pertanian secara nyata dan berkelanjutan.
Selain melalui pembangunan fisik, pemerintah juga mendorong model pertanian terpadu yang mengintegrasikan berbagai sektor. Salah satu contoh konkret dapat dilihat di Kampung Pandu, Lamongan, Jawa Timur. Wilayah ini dikembangkan sebagai kampung ketahanan pangan terpadu oleh Kodim 0812 Lamongan, dan telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, serta Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Rudy Saladin. Di Kampung Pandu, sistem pertanian, peternakan, dan perikanan dirancang saling terhubung dalam satu ekosistem yang berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan.
Dalam kesempatan peresmian, Gubernur Khofifah menilai bahwa Kampung Pandu merupakan contoh konkret penerapan green economy dan blue economy secara bersamaan. Inovasi yang dikembangkan di lokasi tersebut menunjukkan bahwa teknologi tepat guna dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sistem produksi pangan tanpa limbah. Sektor pertanian menghasilkan sisa-sisa tanaman yang digunakan untuk pakan ternak, sementara kotoran ternak diolah menjadi pupuk. Limbah dari satu sektor menjadi input untuk sektor lainnya, menciptakan sistem tertutup yang efisien dan ramah lingkungan.
Pangdam V/Brawijaya, Mayjen Rudy Saladin, menyampaikan bahwa integrated farming seperti di Kampung Pandu tidak harus berada di satu lokasi fisik yang sama, melainkan dalam satu sistem yang saling menopang antar sektor. Ia berkomitmen bahwa model ini akan direplikasi di tiap Komando Resor Militer (Korem) di Jawa Timur dengan lahan minimal 10 hektare sebagai bagian dari strategi swasembada pangan berbasis wilayah.
Keberhasilan Kampung Pandu tidak hanya terletak pada produktivitasnya, tetapi juga pada kemampuannya menjadi pusat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia akademik. Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, menjelaskan bahwa kawasan ini telah menghasilkan varietas padi unggul seperti PJM 01 hingga PJM 04. Selain itu, kampung ini juga menjadi lokasi bagi riset dan pengembangan inovasi oleh Satgas Sego Boran, yang merupakan bentuk sinergi antara lembaga lokal untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Langkah-langkah terpadu yang diambil pemerintah menunjukkan pendekatan yang tidak hanya mengandalkan intervensi dari pusat, tetapi juga melibatkan kekuatan lokal dan kolaborasi antar sektor. Model seperti Kampung Pandu dapat menjadi referensi nasional dalam membangun kemandirian pangan berbasis potensi daerah. Hal ini juga membuktikan bahwa pendekatan pembangunan pangan yang inklusif, berbasis inovasi, dan berkelanjutan, dapat memperkuat fondasi negara dalam menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat.
Dengan program yang terintegrasi antara rehabilitasi irigasi dan pengembangan kawasan pangan terpadu, pemerintah berupaya menjawab tantangan global dengan solusi lokal. Pendekatan ini bukan hanya menargetkan peningkatan produksi, tetapi juga membentuk sistem pangan yang resilien terhadap krisis dan perubahan iklim. Dalam konteks ini, dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah menjadi krusial, karena swasembada pangan bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan komitmen kolektif untuk menjamin masa depan bangsa.
*) Pengamat Pertanian dari Asosiasi Infra Tani Jaya