Oleh: Teuku Adnan )*
Pemerintah terus mengintensifkan upaya pemulihan wilayah Aceh pascabanjir dan longsor yang melanda sejumlah kabupaten, sembari mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam berbagai bentuk provokasi yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial.
Fokus utama pemerintah saat ini adalah memastikan rehabilitasi infrastruktur berjalan cepat dan tepat sasaran, sehingga aktivitas masyarakat dan distribusi logistik dapat kembali normal. Dalam konteks tersebut, pemerintah menilai penting menjaga ketenangan publik agar seluruh proses pemulihan tidak terhambat oleh narasi menyesatkan maupun isu yang tidak relevan dengan kepentingan korban bencana.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah percepatan penanganan infrastruktur jalan di Kabupaten Aceh Tamiang. Kementerian Pekerjaan Umum bergerak cepat membersihkan lumpur dan sedimentasi yang menutup badan jalan akibat banjir. Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menekankan bahwa percepatan ini menjadi penting.
Karena jalur-jalur di Kabupaten Aceh Tamiang merupakan urat nadi aktivitas ekonomi dan mobilitas warga, khususnya di kawasan perkotaan dengan kepadatan lalu lintas tinggi. Oleh karena itu, pekerjaan pembersihan dilakukan secara intensif dengan sistem kerja bergilir selama 24 jam untuk mengejar waktu dan meminimalkan gangguan aktivitas masyarakat.
Penanganan difokuskan pada tiga ruas jalan terdampak, yang terdiri dari satu ruas jalan nasional dan dua ruas jalan daerah. Pada ruas jalan nasional Kota Kuala Simpang–batas Provinsi Sumatra Utara, meskipun tertutup endapan lumpur, kondisi seluruh jembatan dilaporkan tetap aman dan dapat dilalui.
Pemerintah menargetkan pembersihan ruas jalan nasional tersebut dapat diselesaikan dalam waktu tiga hingga empat hari, sehingga fungsi konektivitas antarwilayah dapat segera pulih. Upaya ini juga mencakup pembersihan material lumpur di bahu jalan dan sisa material yang sempat dipindahkan warga ke sisi jalan saat membersihkan rumah masing-masing.
Untuk mendukung percepatan pekerjaan, Kementerian Pekerjaan Umum mengerahkan puluhan unit alat berat dan dump truck. Penempatan alat berat dilakukan secara terukur di titik-titik prioritas, termasuk kawasan pusat kota Kuala Simpang yang menjadi pusat aktivitas ekonomi.
Pemerintah pusat bahkan membuka opsi penambahan alat berat melalui penyedia jasa sewa untuk memastikan tidak ada hambatan berarti di lapangan. Dengan dukungan ini, pemerintah optimistis fungsi jalan nasional di Aceh Tamiang dapat kembali optimal dalam waktu dekat dan aktivitas distribusi logistik dapat berjalan lancar.
Sejalan dengan upaya teknis di lapangan, pemerintah juga menempatkan pemulihan infrastruktur dasar sebagai prasyarat utama pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat terdampak. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, menegaskan bahwa sejak awal, pemerintah memantau secara ketat kondisi jalan, jembatan, dan akses konektivitas lain yang sempat terputus akibat banjir bandang dan longsor.
Pemerintah memastikan bahwa jalur-jalur vital yang tertutup mulai kembali terhubung secara bertahap, meskipun pada beberapa titik masih memerlukan penguatan lanjutan agar lebih permanen.
Menurut pemerintah, tahapan tanggap darurat kini berjalan beriringan dengan fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Sejumlah jembatan yang sempat terputus telah kembali tersambung, sementara jalan-jalan transportasi darat yang sebelumnya tidak dapat dilalui mulai dibuka kembali.
Hal ini memungkinkan bantuan logistik menjangkau wilayah-wilayah yang sempat terisolasi dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mulai memulihkan aktivitas sehari-hari. Dalam kerangka pemulihan wilayah terdampak, pemerintah memprioritaskan perbaikan infrastruktur dasar yang rusak, hancur, bahkan hilang akibat bencana.
Perhatian pemerintah tidak hanya tertuju pada aspek fisik, tetapi juga pada kondisi sosial masyarakat, khususnya warga yang masih berada di pengungsian. Pemerintah menilai pengungsian memerlukan atensi serius dan berkelanjutan karena dampak bencana tidak hanya bersifat material, tetapi juga menyentuh aspek psikologis dan kesejahteraan korban. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor terus diperkuat agar bantuan yang diberikan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.
Di tengah upaya pemulihan tersebut, pemerintah mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak provokasi, hoaks, atau informasi menyesatkan yang beredar di ruang publik, terutama media sosial. Sekretaris Jenderal Komite Nasional Masyarakat Madani, Andi Yasin, menilai bahwa narasi yang tidak akurat berpotensi mengaburkan kerja nyata pemerintah pusat dalam menangani bencana di Aceh.
Andi menegaskan bahwa penanganan bencana telah dilakukan secara cepat dan terukur, dengan pengerahan bantuan logistik, alat berat, tenaga medis, serta personel keamanan ke wilayah terdampak.
Meski diakui masih terdapat kendala teknis, terutama akibat kerusakan infrastruktur yang memutus akses, pemerintah memastikan seluruh proses penanganan terus dievaluasi setiap hari agar semakin efektif. Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan memberikan ruang bagi aparat dan lembaga terkait untuk bekerja, alih-alih terpengaruh informasi yang dapat memperkeruh situasi. Dalam hal ini, komunikasi publik menjadi aspek penting yang terus diperhatikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Pemerintah menegaskan bahwa fase pemulihan Aceh harus dijalani dengan semangat kebersamaan dan ketahanan nasional. Sebagai negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan membangun infrastruktur yang lebih tangguh, adaptif, dan berkelanjutan.
Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, pemerintah optimistis pemulihan Aceh dapat berjalan lebih cepat, sekaligus menjadi pijakan untuk membangun kembali wilayah terdampak dengan kondisi yang lebih baik dan lebih kuat dari sebelumnya.
)* Penulis kontributor Indonesia Satu Institute
