Oleh: Kodumange Kabiyay *(
Organisasi Papua Merdeka (OPM) semakin terpecah dan ditinggalkan pengikutnya. Banyak anggotanya yang memutuskan untuk menyerahkan diri kembali ke pangkuan ibu pertiwi, menyadari bahwa bergabung dengan gerakan separatis tersebut adalah kesalahan besar.
Papua telah sah terintegrasi dengan Indonesia melalui Papua. Meskipun Pepera memutuskan bahwa mayoritas rakyat Papua ingin bergabung dengan Indonesia, OPM tetap melanjutkan perlawanan dengan tujuan memisahkan diri dari NKRI. Namun, seiring berjalannya waktu, kekuatan kelompok ini semakin lemah, salah satunya karena banyak anggotanya yang memutuskan keluar dari OPM. Baru-baru ini, dua anggota OPM, Natalis Watora dan Engel Feneteruma, menyerahkan diri kepada TNI di Kaimana. Keduanya merupakan bagian dari batalyon Somb Winan yang dipimpin oleh Jonair Waga. Mereka mengakui penderitaan yang dialami selama bergabung dengan kelompok tersebut, termasuk kekurangan pangan yang akhirnya mendorong mereka untuk kabur.
Menurut Letkol Inf. Chairil Suhanda, Komandan Distrik Militer 1804/Kaimana, pengakuan kedua mantan anggota ini memberikan informasi berharga tentang rencana serangan OPM di daerah Yonif 764/IB. Informasi ini memungkinkan aparat keamanan untuk mempersiapkan diri lebih baik dan mencegah serangan yang mungkin terjadi. Hal ini membuktikan bahwa penyerahan diri anggota OPM tidak hanya menguntungkan bagi mereka secara pribadi, tetapi juga membantu pemerintah dalam mengatasi ancaman yang datang dari OPM.
Selain itu, tren penyerahan diri seperti yang dilakukan Natalis dan Engel menunjukkan bahwa banyak dari anggota OPM termakan propaganda yang tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka bergabung dengan harapan mendapatkan kesejahteraan, namun akhirnya hanya hidup dalam ketakutan dan kekurangan. Akibatnya, semakin banyak anggota yang memutuskan untuk melarikan diri dan menyerahkan diri kepada aparat keamanan. Kondisi ini membuat kekuatan OPM semakin tergerus, apalagi sebagian besar anggota yang menyerahkan diri masih berusia muda, sehingga hanya menyisakan anggota yang lebih tua dan kurang bertenaga untuk melanjutkan perlawanan.
Keadaan ini berdampak besar pada penurunan moral di tubuh OPM. Para mantan anggota yang menyerahkan diri sering kali menceritakan pengalaman mereka kepada keluarga dan komunitas mereka. Pengalaman pahit ini membuat orang-orang yang sebelumnya tertarik bergabung dengan OPM akhirnya menolak, karena menyadari bahwa menjadi bagian dari kelompok tersebut hanya akan memperparah penderitaan mereka.
Salah satu faktor utama yang membuat OPM semakin lemah adalah ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar anggotanya. Kondisi ekonomi kelompok ini semakin memburuk, terutama setelah pandemi COVID-19 yang melanda dunia. Banyak anggota OPM yang kelaparan dan sering kali turun gunung untuk merampok warga. Namun, sebagian besar akhirnya memutuskan menyerah karena merasa bahwa mengikuti OPM hanya membawa kesengsaraan.
Selain masalah internal, konflik antar-kelompok di dalam OPM juga semakin memperlemah kekuatan mereka. Terjadi perang saudara antara kubu-kubu berbeda di dalam OPM, yang tidak hanya meresahkan masyarakat Papua, tetapi juga menghabiskan sumber daya kelompok tersebut. Amunisi dan tenaga yang terbuang percuma akibat konflik internal ini semakin memperbesar peluang bagi aparat TNI-Polri untuk melumpuhkan pergerakan mereka.
Bukti lebih lanjut dari kelemahan OPM dapat dilihat dalam video yang beredar, yang memperlihatkan ratusan mantan anggota OPM turun dari pegunungan dan menyatakan kesetiaannya kembali kepada NKRI. Momen ini disambut dengan baik oleh Bupati Kabupaten Puncak, S Yan Bidana, dan aparat keamanan yang berada di wilayah tersebut.
Peran TNI dalam menjaga stabilitas keamanan di Papua juga semakin diperkuat dengan pembentukan Batalion Infanteri Penyangga Daerah Rawan di lima wilayah Papua, yang baru-baru ini diresmikan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Batalion ini memiliki dua tugas utama, yaitu menjaga keamanan di daerah rawan dan mendukung pembangunan infrastruktur serta ketahanan pangan di wilayah tersebut. Dengan adanya batalion ini, stabilitas keamanan di Papua diharapkan semakin terjamin, dan kekuatan OPM semakin terisolasi.
Mantan Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Lambert Pekikir secara terbuka mengimbau masyarakat Papua untuk menciptakan keamanan dan ketertiban menjelang Pilkada serentak 2024. Pekikir dengan tegas menolak aktivitas separatis yang dapat memecah belah masyarakat Papua. Ia menekankan pentingnya persatuan dan kerjasama untuk menjaga stabilitas di wilayah tersebut.
Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP), Max Abner Ferdinan Ohee juga mengungkapkan pandangannya bahwa keamanan dan stabilitas di Papua adalah prioritas utama, terutama menjelang Pilkada serentak. Menurutnya siapapun yang bermukim di Papua berkewajiban menjaga kedamaian dan bersama-sama mengawal proses Pilkada. Pernyataan ini sejalan dengan usaha pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang damai dan kondusif di Papua.
Dengan makin lemahnya OPM dan dukungan yang terus bertambah untuk menjaga stabilitas di Papua, harapan untuk perdamaian dan kemajuan Papua semakin terbuka. Keberhasilan pemerintah dan aparat keamanan dalam meredam gerakan separatis, ditambah dengan kesadaran yang mulai tumbuh di kalangan mantan anggota OPM, menjadi sinyal kuat bahwa Papua akan terus berkembang di bawah naungan NKRI.
*( Penulis adalah mahasiswa Papua di Jawa Barat