Oleh : Andika Rahman
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena radikalisasi yang menyasar generasi muda telah menjadi isu global yang mendalam. Dengan semangat idealisme dan akses yang luas terhadap perkembangan teknologi informasi seringkali menjadi target utama penyebaran paham radikal.
Paham ini, dengan kemasan yang menarik dan menjanjikan, dapat dengan mudah mempengaruhi pemikiran generasi muda yang sedang mencari jati diri. Hal ini memerlukan perhatian serius dari semua pihak, mulai dari keluarga, pendidik, hingga pemerintah. Paham radikal atau radikalisme yang menyasar kaum muda, dapat mengancam keutuhan sosial dan keamanan negara, serta mempengaruhi masa depan generasi mendatang.
Generasi muda saat ini tumbuh dalam dunia yang sangat terhubung secara digital. Media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter merupakan bagian integral dari kehidupan mereka. Platform-platform ini menawarkan kemudahan akses informasi dan berinteraksi dengan berbagai kelompok dan individu di seluruh dunia. Namun, kemudahan ini juga membuka peluang bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka. Propaganda radikal dapat tersebar dengan cepat melalui media sosial, sering kali mengatasi filter yang diperlukan untuk menyaring informasi.
Densus 88 Antiteror Mabes Polri tengah mengusut kasus teroris di Batu, Malang, Jawa Timur. Tersangka, HOK, diketahui terpapar radikalisme melalui grup media sosial lintas negara. Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap remaja yang dugaan sementara Dugaan sementara karena terprovokasi propaganda Daulah Islamiyah secara online, melalui internet atau sosmed.
Pada masa transisi menuju kedewasaan, banyak remaja mengalami krisis identitas dan mencari tempat untuk merasa diterima. Radikalisme sering kali menawarkan rasa pertenahan dan tujuan yang kuat, yang bisa sangat menarik bagi mereka yang merasa terabaikan atau bingung dengan identitas mereka.
Kasubsatgas Humas Operasi Madago Raya, AKP Basirun Laele mengatakan bahwa radikalisme dan intoleransi merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga edukasi kepada generasi muda sangat penting dilakukan dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban. Maka dari itu, pentingnya bagi generasi muda dalam menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab, serta menghindari dampak negatifnya seperti cyberbullying, penyebaran hoaks, dan konten negatif lainnya.
Paham radikal yang diadopsi oleh generasi muda dapat memiliki dampak jangka panjang yang merusak. Selain mengancam keamanan dan kestabilan sosial, hal ini juga dapat merusak perkembangan psikologis dan sosial individu. Mereka yang terlibat dalam kelompok radikal sering kali mengalami isolasi dari masyarakat, kehilangan peluang pendidikan, dan terlibat dalam aktivitas ilegal atau kekerasan.
Partisipasi dalam kegiatan radikal dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan pendidikan dan pekerjaan. Keterlibatan dalam kegiatan ekstremis atau kekerasan dapat mengakibatkan hukuman pidana, yang pada gilirannya dapat menghambat peluang untuk melanjutkan pendidikan atau mendapatkan pekerjaan yang layak.
Selain itu, Radikalisasi dapat memiliki dampak psikologis yang mendalam. Individu yang terlibat dalam kelompok ekstremis sering kali mengalami isolasi dari masyarakat luas dan kehilangan hubungan dengan keluarga serta teman-teman yang tidak sepaham. Mereka mungkin mengalami stres, kecemasan, dan ketidakstabilan emosional yang disebabkan oleh konflik internal dan eksternal.
Dalam upaya menciptakan generasi muda yang toleran dan menolak segala bentuk radikalisme, Tim Dai Polri Ops Madago Raya memberikan penyuluhan kepada para remaja LDII yang sedang berkemah di Bumi Perkemahan Bahari Dusun Landangan, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso. Program ini diharapkan dapat membentuk generasi muda yang berakhlak mulia, toleran dan cinta damai.
Anggota Tim Dai Polri, Ipda Ilham Sriwan mengatakan sangat penting untuk generasi muda paham mengenai bahaya radikalisme dan intoleransi. Maka dari itu, pihaknya berharap generasi muda dapat menjadi agen perubahan dan menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan sekitar.
Salah satu langkah paling efektif dalam pencegahan radikalisasi adalah pendidikan yang komprehensif. Kurikulum pendidikan harus mencakup materi tentang toleransi, pluralisme, dan berpikir kritis. Pendidikan yang menekankan pemahaman berbagai perspektif dan keterampilan analitis dapat membantu generasi muda untuk lebih bijak dalam menyaring informasi dan ideologi yang mereka terima. Sekolah dan lembaga pendidikan juga harus memfasilitasi diskusi terbuka tentang isu-isu sosial dan politik, serta memberikan pengetahuan tentang bahaya radikalisasi.
Pencegahan radikalisme memerlukan upaya terkoordinasi antara berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengembangkan program-program pencegahan yang efektif. Ini termasuk penyediaan dukungan bagi korban radikalisasi dan keluarga mereka, serta pengembangan kebijakan yang dapat mencegah penyebaran ideologi ekstremis.
Paham radikal yang mengincar kaum generasi muda adalah ancaman serius yang memerlukan perhatian dan tindakan bersama. Dengan memahami mengapa generasi muda menjadi target radikalisasi, kita dapat mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Pendidikan yang baik, komunikasi terbuka dalam keluarga, serta alternatif kegiatan yang positif adalah kunci untuk melindungi generasi muda dari pengaruh negatif ideologi ekstremis. Melalui upaya kolektif dan pemahaman yang mendalam, kita dapat membantu generasi mendatang untuk tumbuh menjadi individu yang produktif, aman, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
)* Penulis merupakan Kontributor Lembaga Kajian BERAGAM NUSANTARA