Menjelang Hari Sumpah Pemuda: Pemerintahan Prabowo–Gibran Komitmen Perkuat Gizi Anak Muda melalui Program Makan Bergizi Gratis

Oleh: Darmawan Hutagalung

Jakarta – Menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan kembali komitmennya membangun generasi muda yang sehat, cerdas, dan produktif. Komitmen itu diwujudkan melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah kebijakan strategis yang memadukan visi kemanusiaan, pembangunan ekonomi lokal, dan cita-cita kebangsaan untuk mencetak generasi emas Indonesia 2045.

Di tengah semangat peringatan Sumpah Pemuda, MBG merefleksikan makna terdalam dari ikrar persatuan: bahwa masa depan bangsa hanya akan kuat jika setiap anak Indonesia memperoleh kesempatan tumbuh dengan gizi yang layak dan pendidikan yang setara. Program ini menjadi bentuk nyata gotong royong lintas elemen—antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha lokal, hingga dunia pendidikan—dalam memastikan kesejahteraan anak bangsa sebagai wujud tanggung jawab moral kebangsaan.

Presiden Prabowo Subianto memandang MBG bukan sekadar program sosial, melainkan investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia. Dalam sejumlah kesempatan, ia menegaskan bahwa peningkatan kualitas gizi anak merupakan langkah fundamental dalam memperkuat daya saing bangsa. Pemerintah, katanya, telah membangun 11.900 dapur MBG yang setiap hari melayani lebih dari 35 juta anak dan ibu hamil. Ia menilai bahwa tidak boleh ada lagi anak Indonesia yang kekurangan gizi, karena “gizi yang baik adalah titik awal kemajuan bangsa.”

Semangat yang diusung MBG sangat sejalan dengan nilai-nilai Sumpah Pemuda: cinta tanah air, persatuan, dan tanggung jawab kolektif untuk memajukan bangsa. Jika pada 1928 para pemuda bersatu melalui semangat kebangsaan, maka kini generasi muda Indonesia dipersatukan oleh misi kemanusiaan: memastikan setiap anak bangsa bisa makan bergizi setiap hari. Ini adalah bentuk perjuangan modern—bukan melawan penjajahan, melainkan melawan ketimpangan gizi dan kemiskinan struktural yang dapat menghambat kemajuan.

Pemerintah menempatkan program ini dalam kerangka pembangunan sumber daya manusia unggul, dengan pengawasan ketat di setiap tahap pelaksanaannya. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebut bahwa hingga Oktober 2025, MBG telah menyalurkan lebih dari 1,4 miliar porsi makanan bergizi di seluruh Indonesia. Ia menilai keberhasilan program ini tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal melalui pemberdayaan petani, nelayan, dan pelaku UMKM pangan.

Dalam penjelasannya, Zulkifli menegaskan bahwa MBG menghidupkan ekonomi rakyat karena bahan pangan yang digunakan sebagian besar berasal dari produksi dalam negeri. Dengan demikian, setiap porsi makanan bergizi yang dikonsumsi anak sekolah sesungguhnya juga menjadi energi bagi ekonomi daerah. Ia menilai, semangat gotong royong inilah yang membedakan MBG dari program bantuan konvensional, karena keberadaannya menyatukan berbagai sektor di bawah satu visi besar: membangun Indonesia dari desa, dari dapur rakyat.

Semangat itu juga tercermin dalam pengawasan mutu pangan yang dilakukan pemerintah. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menjelaskan bahwa pemerintah kini memperketat standar higienitas di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Seluruh dapur MBG diwajibkan menggunakan air bersih dan memenuhi syarat keamanan pangan. Kebijakan penggunaan air mineral galon untuk dapur yang belum memiliki sumber air layak menjadi langkah antisipatif pemerintah melindungi anak-anak penerima manfaat.

Pemerintah bahkan tak segan menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran. Hingga Oktober 2025, sebanyak 112 dapur MBG ditutup sementara karena tidak memenuhi standar operasional, dan hanya 13 di antaranya dinyatakan layak beroperasi kembali setelah lulus audit higienitas dan memperoleh sertifikasi halal serta air bersih. Kepala BGN Dadan Hindayana menilai bahwa langkah tegas namun edukatif ini penting untuk menjaga kepercayaan publik. Ia menegaskan bahwa keberlanjutan program tidak boleh mengorbankan keselamatan masyarakat, karena “keamanan pangan adalah bagian dari hak asasi setiap anak.”

Konsistensi pemerintah dalam menjalankan MBG juga mendapat dukungan luas dari parlemen dan masyarakat. Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari menilai bahwa program ini merupakan perwujudan konkret dari visi pembangunan sumber daya manusia unggul yang menjadi fokus pemerintahan Prabowo–Gibran. Ia menekankan bahwa MBG tidak hanya menjamin hak gizi anak-anak, tetapi juga menjadi instrumen pemerataan ekonomi yang mampu menumbuhkan daya beli dan ketahanan pangan daerah.

Sementara itu, Kolonel Inf. Erin Andriyanto dari Direktorat Penyaluran Wilayah III BGN menyebut bahwa pelibatan masyarakat sebagai relawan dapur dan pemasok bahan pangan lokal adalah bentuk gotong royong modern yang menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan. Menurutnya, setiap warga yang berpartisipasi dalam MBG sejatinya sedang menjalankan makna Sumpah Pemuda—bersatu, bekerja, dan berbakti untuk masa depan bangsa.

Dari kalangan daerah, Anggota DPRD Sidoarjo Mochamad Agil Effendi menilai bahwa pelaksanaan MBG di daerahnya telah memberi dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa rantai pasok pangan yang tercipta dari pengadaan bahan lokal memperkuat ekonomi masyarakat desa, dari petani dan peternak hingga pedagang kecil. Ia menyebut program ini sebagai “lingkar kebaikan” yang menumbuhkan ekonomi sekaligus membangun karakter bangsa.

Momentum Hari Sumpah Pemuda ke-97 menjadi refleksi yang tepat untuk menegaskan kembali makna kebersamaan dan tanggung jawab sosial bangsa. Program MBG bukan sekadar kebijakan pangan, tetapi gerakan nasional memperkuat masa depan. Jika pemuda 1928 menyatukan bahasa dan cita, maka pemuda hari ini menyatukan tindakan nyata: bergotong royong melawan kelaparan, memperjuangkan kesehatan, dan menjaga masa depan bangsa melalui gizi yang adil untuk semua.

Di bawah semangat persatuan itu, MBG menjadi bukti bahwa nasionalisme kini bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan melalui kerja nyata yang menghidupi rakyat. Dengan sinergi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, Indonesia menunjukkan bahwa membangun bangsa dapat dimulai dari satu hal sederhana—memberi makan bergizi kepada anak-anaknya setiap hari. Dari dapur rakyat, semangat Sumpah Pemuda kembali menyala: bergerak bersama, bersatu, dan menyehatkan bangsa untuk Indonesia Emas 2045. (*).

Konsultan Pemberdayaan Sosial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *