Oleh: Dhita Karuniawati )*
Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menunjukkan capaian yang signifikan dalam memperkuat ketahanan pangan sekaligus menggerakkan perekonomian rakyat. Program yang menyasar anak-anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan ini tidak hanya berfokus pada peningkatan gizi masyarakat, tetapi juga menjadi motor penggerak bagi tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta petani lokal di berbagai daerah.
MBG dirancang sebagai bagian dari visi besar pemerintah dalam mewujudkan sumber daya manusia unggul dan sehat. Dengan pendekatan “dari rakyat untuk rakyat”, pemerintah mengintegrasikan pelaksanaan MBG dengan rantai pasok pangan lokal. Artinya, bahan-bahan makanan seperti beras, telur, sayur, daging, dan buah-buahan diupayakan berasal dari petani dan produsen lokal di sekitar wilayah pelaksanaan.
Kebijakan ini menciptakan efek ganda yang positif. Di satu sisi, anak-anak sekolah mendapatkan asupan makanan bergizi setiap hari untuk mendukung tumbuh kembang dan konsentrasi belajar. Di sisi lain, petani, peternak, dan pelaku UMKM memperoleh pasar yang stabil untuk produk mereka. Dengan demikian, MBG bukan sekadar program sosial, melainkan juga instrumen pembangunan ekonomi daerah yang memperkuat fondasi kemandirian pangan nasional.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa MBG memiliki efek ganda (multiplier effect) yang besar bagi masyarakat. Selain menyehatkan generasi muda, program ini diperkirakan membuka 1,5 juta lapangan kerja baru pada Januari–Februari 2026.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Indah Kurniawati menekankan pentingnya program Makan Bergizi Nasional (MBG) dalam menekan prevalensi stunting yang saat ini tercatat masih 21% menjadi 14% pada 2029. Menurutnya, Program MBG bukan hanya tentang makanan, tetapi tentang masa depan bangsa. Dengan pemerataan gizi, kita ingin melahirkan generasi yang lebih cerdas, sehat, dan siap bersaing secara global.
Selain aspek kesehatan, Indah menyoroti efek ganda MBG bagi perekonomian lokal. Bahan pangan diupayakan berasal dari petani, peternak, nelayan, hingga pelaku UMKM desa sehingga membuka pasar baru dan lapangan kerja.
Selama satu tahun terakhir, program MBG telah melibatkan ribuan pelaku UMKM di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari pengusaha katering, pedagang sayur, hingga pengolah bahan pangan. UMKM berperan langsung dalam menyediakan, mengolah, dan mendistribusikan makanan bergizi kepada penerima manfaat.
MBG juga memberikan angin segar bagi petani dan peternak kecil yang selama ini sering kesulitan mengakses pasar. Dengan sistem pengadaan berbasis daerah, produk pertanian lokal menjadi prioritas utama dalam rantai pasok MBG. Misalnya, beras diambil langsung dari kelompok tani setempat, sayuran dari kebun lokal, dan telur dari peternakan rakyat.
Kebijakan MBG berhasil memotong rantai distribusi yang panjang dan meningkatkan harga jual di tingkat petani. Mereka kini memiliki kepastian pembeli dan harga yang lebih stabil, sehingga mampu meningkatkan pendapatan serta memperluas lahan garapan. Pemerintah daerah pun aktif melakukan pendampingan teknis agar petani dapat memenuhi standar kualitas dan kontinuitas pasokan yang dibutuhkan.
Capaian positif MBG tidak terlepas dari sinergi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta berbagai pemangku kepentingan. Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi dan UKM menjadi pilar utama dalam koordinasi pelaksanaan program, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab atas pengawasan, distribusi, serta pelibatan pelaku ekonomi lokal.
Selain itu, program MBG juga melibatkan sektor swasta dan lembaga pendidikan dalam memastikan keberlanjutan program. Beberapa perguruan tinggi bahkan dilibatkan untuk melakukan evaluasi gizi dan dampak sosial ekonomi, sehingga pelaksanaan MBG terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.
Secara sosial, program MBG telah memberikan manfaat nyata bagi anak-anak sekolah dasar yang menjadi sasaran utama. Program ini menciptakan peningkatan kehadiran siswa di sekolah. Anak-anak menjadi lebih aktif, fokus belajar meningkat, dan angka kasus anemia maupun gizi buruk menunjukkan tren penurunan.
Di sisi lain, perputaran ekonomi lokal di sekitar sekolah meningkat pesat. Warung, pedagang bahan makanan, hingga jasa transportasi ikut merasakan dampak positif. Perekonomian desa menjadi lebih hidup karena uang beredar di tingkat lokal, bukan tersedot ke pemasok besar di luar daerah.
Meski hasil yang dicapai patut diapresiasi, pemerintah menyadari masih ada tantangan yang perlu dihadapi, seperti efisiensi distribusi di daerah terpencil, pengawasan kualitas bahan makanan, serta kapasitas produksi UMKM di wilayah tertentu. Oleh karena itu, pada tahun kedua implementasi MBG, pemerintah tengah menyiapkan sistem sertifikasi dan standarisasi produk pangan lokal agar seluruh mitra usaha dapat memenuhi kriteria gizi dan keamanan pangan yang ketat.
Langkah ini diharapkan akan semakin memperkuat ekosistem MBG dan memastikan program berjalan secara berkelanjutan dan merata di seluruh Indonesia. Selain itu, pemerintah juga berencana memperluas cakupan penerima manfaat dengan tetap menjaga prinsip transparansi, efisiensi, dan partisipasi masyarakat.
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo khususnya dalam mengawal Program Makan Bergizi Gratis telah menunjukkan bahwa kebijakan yang berpihak kepada rakyat dapat memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi nasional. MBG bukan hanya program pemenuhan gizi, tetapi juga simbol gotong royong ekonomi rakyat yang memperkuat fondasi kemandirian pangan Indonesia.
Dengan melibatkan petani, peternak, UMKM, dan masyarakat secara langsung, pemerintah telah membangun model pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Ke depan, keberhasilan MBG diharapkan menjadi inspirasi untuk memperluas program serupa di berbagai sektor, demi tercapainya Indonesia yang sehat, mandiri, dan sejahtera.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia