Oleh: Alexander Royce*)
Dalam beberapa bulan terakhir, program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) semakin mencuri perhatian publik sebagai langkah strategis pemerintah dalam memperkuat perekonomian di tingkat akar rumput. Di tengah dinamika global seperti inflasi, disrupsi rantai pasok, dan fluktuasi harga komoditas, inisiatif ini dinilai mampu mendorong kemandirian, produktivitas, dan ketahanan ekonomi desa. Dengan pelaksanaan yang berkesinambungan, Kopdes Merah Putih berpotensi menjadi pilar penting dalam pemulihan ekonomi nasional sekaligus menjaga stabilitas sosial di kawasan pedesaan.
Pemerintah menargetkan pembentukan serta percepatan operasional 80.000 koperasi di tingkat desa dan kelurahan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025. Upaya digitalisasi koperasi desa semakin nyata dengan adanya kerja sama bersama BUMN seperti Telkom yang menghadirkan platform Digi Koperasi, yang mengintegrasikan sistem kasir, akuntansi, jaringan internet cepat, dan dashboard pemantauan kinerja koperasi secara nasional. Selain itu, platform Kopdesa turut dikembangkan sebagai solusi terpadu untuk mempermudah proses pendirian dan pengelolaan koperasi secara digital. Langkah ini membuka peluang besar bagi koperasi desa untuk berkembang lebih cepat, efisien, dan saling terhubung dalam jaringan usaha yang modern.
Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menegaskan bahwa Kopdes Merah Putih adalah instrumen utama pemerintah dalam memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat akar rumput. Dalam sebuah pernyataan terkini, Ferry menyebut bahwa melalui Kopdes Merah Putih, peran koperasi di tingkat desa sebagai pusat ekonomi rakyat harus diperkuat, termasuk dalam rangka menyikapi krisis perkotaan melalui program sinergis, seperti koperasi pangan dan perpaduan ekonomi kota-desa. Dia juga menyampaikan bahwa di bawah arahan Presiden, dirinya diperintahkan untuk bekerja cepat mengakselerasi Kopdes Merah Putih sebagai prioritas utama, termasuk pembahasan penyusunan Undang-Undang Sistem Perkoperasian Nasional yang baru. Selain itu, Ferry bahkan memperkirakan bahwa setiap Kopdes Merah Putih berpotensi menyerap 20–25 orang tenaga kerja pada unit usaha yang dijalankan. Pernyataan-pernyataan ini memberi arah tegas bahwa pemerintah ingin menjadikan Kopdes bukan sekadar idealisme, tapi ekosistem ekonomi nyata yang menyentuh rakyat di desa.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menilai digitalisasi koperasi merupakan landasan penting dalam membangun kemandirian ekonomi lokal. Dalam Rakornas Kadin 2025, ia menegaskan bahwa UMKM dan koperasi merupakan sokoguru ekonomi rakyat yang perlu ditingkatkan kapasitasnya agar mampu naik kelas. Program Kopdes Merah Putih disebutnya sebagai bukti nyata kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam memperkuat rantai pasok, memperluas pasar UMKM, serta mempercepat konektivitas digital di desa. Menurut Anindya, koperasi yang dikelola profesional akan menjadi mitra potensial bagi industri besar, sejalan dengan semangat Indonesia Incorporated yang menekankan kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Sementara itu, Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop UKM, Henra Saragih, menyampaikan bahwa transformasi digital koperasi desa mulai berjalan secara bertahap. Beragam platform seperti manajemen keanggotaan dan pembukuan digital telah diterapkan di sejumlah koperasi. Meski demikian, tantangan masih muncul, terutama terkait literasi digital dan keterbatasan infrastruktur di wilayah terpencil. Henra menekankan pentingnya kemitraan publik-swasta dalam memperkuat pelatihan dan pembiayaan digital agar perubahan yang terjadi benar-benar dirasakan oleh koperasi desa di lapangan.
Gerakan Kopdes Merah Putih kini menunjukkan hasil nyata di lapangan. Di sejumlah desa di Jawa Tengah, koperasi berbasis digital berhasil memangkas rantai pasok, menekan harga bagi konsumen, dan meningkatkan keuntungan petani lokal. Pemanfaatan sistem logistik digital serta dashboard data membuat pengelolaan stok dan prediksi permintaan lebih akurat, sehingga risiko kelebihan atau kekurangan pasokan dapat diminimalkan. Hingga kini, lebih dari 83.000 desa dan kelurahan telah bergabung dalam inisiatif Kopdes Merah Putih, dengan dukungan Telkom dalam penyediaan jaringan dan integrasi dashboard nasional. Di tingkat daerah, sejumlah pemerintah kabupaten mulai menerapkan sistem pemetaan koperasi berbasis geospasial seperti fitur GARUDA di Bantul untuk memperkuat pengawasan dan perencanaan kebijakan.
Meski begitu, tantangan masih ada. Keterbatasan konektivitas internet di wilayah terpencil, rendahnya literasi digital anggota koperasi, serta perlunya perubahan paradigma dari koperasi tradisional menuju lembaga usaha modern masih menjadi pekerjaan rumah. Pemerintah telah menyiapkan dukungan anggaran dan pendampingan teknis agar transformasi digital ini berjalan merata, dengan menekankan sinergi antara pusat dan daerah, dunia usaha, lembaga keuangan, serta masyarakat desa sebagai kunci keberhasilan.
Di era persaingan global dan tekanan ekonomi makro, Kopdes Merah Putih dapat menjadi benteng ekonomi pedesaan yang tangguh. Bila setiap koperasi desa mampu bertumbuh secara produktif, menyerap tenaga kerja lokal, menjaga kestabilan harga barang pokok, dan memperluas akses ke pasar digital, maka desa-desa akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru. Itu artinya ketergantungan kepada kota besar akan berkurang, kesenjangan pembangunan bisa dipersempit, dan visi pemerataan kesejahteraan pun mulai makin nyata.
Dengan dukungan penuh pemerintah, keterlibatan dunia usaha, dan semangat gotong royong masyarakat, Kopdes Merah Putih sangat layak untuk menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi desa. Apabila momentum ini dijaga, impian desa maju, mandiri, dan sejahtera bukan lagi mimpi, melainkan realitas yang dikelola bersama. Pemerintah terus berada di garda depan mendorong inisiatif ini agar ekonomi desa makin kokoh dan Indonesia semakin kuat dari pinggiran.
*) Penulis merupakan Pengamat Sosial