Oleh: Fahad Absory *)
Pilkada 2024 telah usai, menandai keberhasilan menjalankan demokrasi Pancasila yang selama ini telah berjalan di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu ini mencerminkan kematangan politik masyarakat dan komitmen pemerintah dalam menciptakan suasana aman serta kondusif, dengan pemungutan suara yang melibatkan 203,6 juta pemilih di seluruh negeri untuk memilih kepala daerah di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota.
Beberapa lembaga survei telah merilis hasil quick count dan memperlihatkan dinamika perolehan suara yang beragam di berbagai daerah. Misalnya, di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatra Utara, ada kontestasi ketat antara pasangan-pasangan calon yang berbeda. Hasil ini memberikan gambaran awal tentang preferensi pemilih, meskipun hasil resmi dari KPU baru akan diumumkan setelah rekapitulasi suara selesai pada 16 Desember 2024.
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, bahwa proses pemungutan suara di berbagai daerah berlangsung lancar dan aman. Pernyataan tersebut menggarisbawahi apresiasi atas kemampuan bangsa dalam menjaga stabilitas politik selama proses demokrasi yang berlangsung dinamis.
Pasca-Pilkada 2024 kali ini menjadi fase bagaimana mengawal kebijakan serta pendekatan yang diambil oleh pemerintah, calon kepala daerah terpilih, dan masyarakat luas untuk menentukan arah kemajuan daerah ke depan. Seperti diingatkan oleh Jokowi, kemenangan dalam Pilkada bukanlah alasan untuk jemawa. Sebaliknya, pemenang memiliki tanggung jawab besar untuk merangkul semua pihak, termasuk mereka yang mungkin berbeda pandangan selama kontestasi. Sikap ini menjadi dasar untuk menciptakan harmoni pasca-Pilkada yang kondusif.
Pentingnya menjaga kondusivitas juga disoroti oleh berbagai ahli, seperti Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sri Yunanto, yang menekankan perlunya merajut kembali hubungan persaudaraan yang sempat renggang akibat perbedaan pilihan politik. Menurutnya, perbedaan pandangan selama kampanye adalah hal wajar dalam demokrasi, tetapi setelahnya harus ada upaya bersama untuk memulihkan kebersamaan demi kemajuan bangsa. Ini menunjukkan bahwa proses Pilkada tidak hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga ujian bagi kedewasaan sosial dan politik masyarakat.
Sebagai tindak lanjut dari semangat demokrasi yang telah ditunjukkan, komunikasi antar-kelompok menjadi elemen kunci. Pemerintah memiliki peran strategis untuk memfasilitasi dialog dan memastikan tidak ada pihak yang merasa terpinggirkan. Melalui pendekatan inklusif, pemerintah dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap hasil Pilkada. Hal ini penting mengingat masih ada potensi ketidakpuasan yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu instabilitas.
Sementara, menurut Pengamat Politik Hery Basuki, kegaduhan sering kali timbul dari emosi yang tidak terkendali. Oleh karena itu, kepala daerah terpilih harus berani mengambil langkah untuk mendinginkan suasana, termasuk dengan memberikan contoh sikap yang legawa dan mengajak pendukungnya untuk menghormati hasil pemilu.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas ini. Kesadaran bahwa pemimpin terpilih adalah milik semua warga, bukan hanya mereka yang memilihnya, harus terus ditanamkan. Pemerintah dapat memperkuat pesan ini melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi. Dengan demikian, warga dapat memahami bahwa perbedaan politik hanyalah bagian dari proses demokrasi, bukan alasan untuk memperkeruh hubungan sosial. Selain itu, untuk mereka yang merasa dirugikan atau menemukan indikasi kecurangan dalam proses Pilkada, mekanisme hukum seperti pengaduan ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi sudah tersedia. Langkah ini merupakan wujud penghormatan terhadap hukum dan demokrasi.
Menjaga kondusifitas tidak hanya tentang meredam emosi pasca-Pilkada, tetapi juga tentang membangun kepercayaan jangka panjang terhadap pemerintahan. Kepala daerah yang terpilih harus segera bekerja untuk mewujudkan janji-janji kampanye dengan kebijakan yang nyata dan berdampak positif bagi masyarakat. Implementasi kebijakan yang transparan dan akuntabel akan menjadi modal penting dalam memperkuat legitimasi pemerintahan daerah. Selain itu, keberpihakan kepada seluruh elemen masyarakat tanpa diskriminasi juga akan menjadi tolok ukur keberhasilan mereka.
Pilkada 2024 juga menjadi pembelajaran berharga tentang bagaimana demokrasi Indonesia dapat terus berkembang. Sebab, visi besar menuju Indonesia Emas 2045 hanya dapat tercapai jika seluruh elemen bangsa bersatu dalam harmoni. Untuk itu, semangat kebersamaan harus terus dipupuk, termasuk melalui program-program pembangunan daerah yang inklusif dan partisipatif. Pemerintah pusat pun harus memberikan dukungan penuh kepada kepala daerah terpilih untuk memastikan keberlanjutan program pembangunan yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan Pilkada 2024 adalah cerminan keberhasilan pemerintah dalam membangun sistem demokrasi yang sehat. Namun, keberhasilan ini tidak boleh berhenti pada tahap pemilu saja. Tahapan berikutnya, yakni menjaga stabilitas dan merancang langkah-langkah pembangunan, adalah ujian sesungguhnya dari keseriusan pemerintah dan pemimpin daerah dalam mengemban amanah rakyat. Dalam hal ini, kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa Pilkada tidak hanya menghasilkan pemimpin, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi kemajuan daerah.
Mengacu pada berbagai pandangan yang telah disampaikan, momentum pasca-Pilkada adalah saat yang tepat untuk membangun kembali kebersamaan yang mungkin sempat terganggu selama masa kampanye. Baik pemerintah, kepala daerah, maupun masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk menciptakan suasana yang harmonis. Dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya, seluruh pihak dapat bersatu dalam mewujudkan visi besar Indonesia sebagai negara maju yang inklusif dan berdaulat.
*) Pengamat Politik dari Pancasila Madani Institute