Belanja Negara Dorong Pemulihan Ekonomi: Pemerintah Optimalkan Instrumen Fiskal 2025

Oleh: Rahardian Setyawan *)

Pemerintah menempatkan kebijakan fiskal sebagai instrumen utama dalam menjaga pemulihan ekonomi pada 2025 sekaligus menyiapkan fondasi pertumbuhan menuju 2026. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, belanja negara diarahkan bekerja lebih cepat dan lebih efektif agar dampaknya terhadap konsumsi, investasi, dan stabilitas makro dapat terasa sejak awal tahun. Pendekatan ini tidak hanya menjaga daya beli masyarakat, tetapi juga menegaskan bahwa APBN adalah alat strategis untuk memperkuat momentum ekonomi nasional.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa pemerintah akan mendorong percepatan realisasi belanja kementerian dan lembaga pada kuartal pertama 2026. Langkah ini diperlukan agar mesin pertumbuhan bergerak lebih cepat dan memberikan sinyal positif bagi dunia usaha. Menurutnya, percepatan belanja menjadi salah satu langkah yang dibutuhkan untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi enam persen pada 2026. Hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan 2025 sebesar 5,2 persen yang diharapkan memberikan landasan kuat sebelum memasuki tahun berikutnya.

Kinerja perekonomian pada 2025 memberi ruang bagi pemerintah untuk memperkuat strategi fiskal. Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga sebesar 5,04 persen menunjukkan stabilitas permintaan domestik dan efektivitas kebijakan fiskal dalam menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,5 persen pada kuartal keempat sebagai modal awal untuk memasuki 2026 dengan sentimen ekonomi yang lebih konstruktif. Dengan capaian tersebut, dorongan fiskal pada tahun berikutnya memiliki peluang lebih besar menciptakan efek pengganda yang luas.

Dalam mengarahkan belanja negara, pemerintah menyiapkan tiga mesin pertumbuhan yang harus berjalan selaras, yaitu kebijakan fiskal, sektor keuangan, dan iklim investasi. Fiskal memainkan peran sebagai penggerak utama dengan memastikan dua mesin lainnya mendapatkan dorongan yang memadai. Contohnya dapat dilihat melalui penempatan dana pemerintah ke Himpunan Bank Milik Negara untuk memperkuat penyaluran kredit dan mendukung perputaran sektor riil. Di saat bersamaan, koordinasi lintas kementerian diperkuat agar perbaikan iklim usaha terus terjaga sehingga stimulus fiskal tidak berjalan timpang.

Konsolidasi fiskal juga tampak dalam pembahasan bersama Komisi XI DPR RI mengenai arah penyusunan APBN 2026. Anggota Komisi XI, Anna Mu’awanah, menilai bahwa sejumlah instrumen perlu disesuaikan agar APBN tetap kredibel dan adaptif. Salah satu isu strategis yang ia soroti adalah penyesuaian Bea Keluar emas. Kenaikan harga emas global dinilai memerlukan kebijakan yang lebih responsif agar tidak terjadi distorsi harga dalam negeri. Penyesuaian tarif juga dilihat sebagai bagian dari strategi memperkuat hilirisasi mineral dan mendukung pembentukan ekosistem bullion bank nasional agar emas dapat diperlakukan sebagai aset strategis negara.

Isu batu bara juga tidak terlepas dari perhatian. Keseimbangan antara kebutuhan industri domestik dan keberlanjutan penerimaan negara harus dijaga melalui regulasi yang harmonis. Tanpa penyesuaian yang tepat, pasokan bagi industri dalam negeri dapat terganggu atau kontribusi fiskal menjadi tidak optimal. Pendekatan yang proporsional diperlukan agar batu bara tetap menjadi penopang fiskal sekaligus mendukung pertumbuhan industri nasional.

Selain komoditas strategis, rencana penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan menjadi elemen penting dalam optimalisasi penerimaan negara. Penetapan kebijakan ini harus memperhatikan daya beli masyarakat dan dilakukan dengan edukasi publik agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru. Dengan cakupan yang hanya menyasar minuman siap minum dalam kemasan, bukan produk rumahan atau pedagang kecil, kebijakan ini dapat dirancang lebih tepat sasaran dan tidak membebani konsumsi masyarakat secara berlebihan.

Dari sisi stabilitas makro, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai bahwa capaian pertumbuhan 5,04 persen pada kuartal ketiga menunjukkan ketahanan ekonomi nasional di tengah tekanan global. Ia memandang sektor riil tetap bergerak dan daya beli mampu terjaga berkat intervensi fiskal yang tepat sasaran. Belanja negara diarahkan untuk kelompok rentan, sementara subsidi difokuskan dan pembiayaan digerakkan untuk sektor-sektor produktif agar momentum ekonomi tetap berlanjut.

Di samping stabilitas makro, dimensi pemerataan fiskal menjadi faktor penting dalam keberhasilan desain APBN 2025 dan 2026. Ruang fiskal daerah harus diperkuat agar pemerintah kabupaten dan kota mampu menjalankan pembangunan sesuai kebutuhan masing-masing wilayah. Dengan dukungan fiskal yang memadai, percepatan pembangunan tidak hanya berpusat pada wilayah dengan kapasitas anggaran besar, tetapi juga menjangkau daerah yang membutuhkan intervensi lebih kuat.

Seluruh rangkaian kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan APBN sebagai instrumen aktif untuk memperkuat pemulihan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Percepatan realisasi belanja, harmonisasi regulasi komoditas strategis, penguatan penerimaan negara, serta peningkatan kualitas kebijakan fiskal menjadi pondasi penting untuk memasuki 2026 dengan kesiapan yang lebih matang. Pendekatan ini memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan secara luas, merata, dan berkelanjutan.

Dengan strategi fiskal yang disiapkan sejak 2025 dan diarahkan secara konsisten menuju 2026, belanja negara diharapkan mampu menjadi pendorong utama pemulihan ekonomi nasional serta menguatkan fondasi pembangunan yang inklusif dan stabil dari tahun ke tahun.

*) Pengamat Kebijakan Fiskal dan Ekonomi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *