Elektrifikasi Desa Papua sebagai Fondasi Keadilan Pembangunan Nasional

Oleh : Yohanes Wandikbo )*

Upaya menghadirkan listrik hingga ke pelosok Tanah Papua merupakan salah satu wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin keadilan pembangunan. Elektrifikasi desa tidak sekadar persoalan teknis penyediaan energi, tetapi menyangkut pemenuhan hak dasar masyarakat untuk hidup lebih layak, setara, dan berdaya. Dalam konteks inilah, kebijakan pemerintah melalui penugasan kepada PT PLN (Persero) memiliki makna strategis, karena listrik menjadi pintu masuk bagi peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, serta penguatan ekonomi lokal di wilayah yang selama ini menghadapi tantangan geografis dan keterisolasian.

Papua dengan bentang alam yang luas dan kompleks membutuhkan pendekatan pembangunan yang berbeda dari daerah lain. Kondisi topografi yang berat, serta sebaran permukiman yang berjauhan menjadikan elektrifikasi sebagai pekerjaan besar yang memerlukan keberpihakan kebijakan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan komitmen tersebut dengan mengalokasikan anggaran signifikan untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di Papua. Kebijakan ini menegaskan bahwa percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia bukan sekadar wacana, melainkan agenda konkret yang dijalankan secara bertahap dan terukur.

PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijakan tersebut. Perusahaan negara ini tidak hanya menjalankan mandat pembangunan jaringan listrik, tetapi juga mengemban tanggung jawab sosial untuk memastikan program elektrifikasi selaras dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat. Dalam berbagai kesempatan, General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat, Diksi Erfani Umar, menegaskan bahwa dukungan anggaran lebih dari Rp500 miliar pada tahun 2025 menjadi titik awal penting setelah beberapa tahun terakhir belum adanya penugasan serupa di wilayah Papua Raya. Penugasan ini dipandang sebagai sinyal kuat keseriusan pemerintah dalam mengejar ketertinggalan elektrifikasi di Papua.

Target pembangunan yang dirancang pun bersifat progresif. Selain fokus pada 128 lokasi prioritas, pemerintah dan PLN menyiapkan rencana jangka menengah hingga awal 2026 dengan cakupan ratusan lokasi tambahan yang membutuhkan dukungan anggaran lebih besar. Langkah ini menunjukkan bahwa pembangunan listrik di Papua tidak dilakukan secara parsial, melainkan melalui peta jalan yang jelas dan berkesinambungan. Dengan perencanaan tersebut, elektrifikasi tidak berhenti pada simbol kehadiran jaringan, tetapi diarahkan untuk menjamin keberlanjutan pasokan energi bagi masyarakat.

Pendekatan yang digunakan PLN juga patut diapresiasi karena tidak semata mengandalkan teknologi tunggal. Penyesuaian dengan potensi energi lokal menjadi prinsip utama agar sistem kelistrikan lebih efisien dan berkelanjutan. Di wilayah dengan sumber daya air melimpah, pengembangan pembangkit listrik tenaga mini dan mikrohidro menjadi solusi yang relevan. Sementara itu, di daerah dengan keterbatasan sumber air, pemanfaatan energi surya melalui pembangkit listrik tenaga surya yang dilengkapi baterai atau sistem hibrida menjadi pilihan rasional. Strategi ini mencerminkan kebijakan energi nasional yang adaptif sekaligus mendukung transisi menuju energi bersih.

Keberhasilan elektrifikasi di Papua juga sangat ditentukan oleh sinergi dengan pemerintah daerah. Koordinasi lintas tingkat pemerintahan, mulai dari provinsi hingga distrik, menjadi kunci untuk mempercepat penyediaan lahan dan memastikan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur. Pendekatan sosial yang dilakukan PLN memperlihatkan bahwa pembangunan tidak dipaksakan dari atas, tetapi dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi dan kearifan lokal. Pola kerja seperti ini sejalan dengan semangat otonomi khusus Papua yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan.

Dari sisi kebijakan nasional, percepatan elektrifikasi Papua memiliki dampak strategis terhadap penguatan persatuan dan kesatuan bangsa. Listrik membuka akses informasi dan komunikasi yang lebih luas, sehingga masyarakat di kampung-kampung terpencil dapat terhubung dengan perkembangan nasional. Dalam jangka panjang, kondisi ini berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Papua, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. Pemerintah memahami bahwa keadilan sosial tidak mungkin terwujud tanpa pemerataan infrastruktur dasar, dan listrik merupakan fondasi utama dari proses tersebut.

Dukungan terhadap upaya PLN juga datang dari pemangku kepentingan sektor energi lainnya. Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, Erika Retnowati, memandang bahwa masih adanya ribuan desa dan kampung di Papua yang belum teraliri listrik merupakan tantangan yang harus segera dituntaskan. Harapan agar seluruh wilayah Papua dapat menikmati listrik menunjukkan adanya kesamaan pandangan antar lembaga negara bahwa elektrifikasi adalah prioritas nasional. Keselarasan ini penting untuk memastikan kebijakan berjalan efektif dan tidak terhambat oleh perbedaan kepentingan sektoral.

Pada akhirnya, elektrifikasi desa di Papua adalah investasi jangka panjang bagi masa depan Indonesia. Manfaatnya tidak hanya dirasakan dalam bentuk penerangan, tetapi juga dalam peningkatan produktivitas masyarakat, tumbuhnya usaha kecil, serta membaiknya layanan publik. Pemerintah telah meletakkan dasar kebijakan yang kuat, sementara PLN menjalankan peran operasional dengan pendekatan yang adaptif dan inklusif. Dengan kesinambungan dukungan anggaran, koordinasi lintas pihak, serta partisipasi masyarakat, target melistriki ribuan kampung di Papua bukanlah sesuatu yang utopis. Elektrifikasi Papua menjadi bukti bahwa negara hadir hingga ke titik terjauh, memastikan tidak ada warga yang tertinggal dalam arus pembangunan nasional.

)* Penulis merupakan pengamat pembangunan Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *