Oleh: Nindi Syafitri
Percepatan penyelarasan regulasi dalam operasional Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) merupakan langkah strategis dan esensial dalam mendukung keberhasilan program pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas desa. Di tengah kompleksitas birokrasi dan ragam kewenangan kementerian/lembaga, percepatan ini menjadi wujud nyata keseriusan pemerintah dalam menciptakan ekosistem koperasi yang inklusif, akuntabel, dan berkelanjutan. Koperasi sebagai instrumen ekonomi rakyat tidak hanya membutuhkan dukungan modal, tetapi juga kepastian hukum dan regulasi yang harmonis sebagai fondasi operasional yang sehat.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi,Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini bergerak cepat menyelaraskan regulasi lintas sektoral guna memperkuat tata kelola Kopdes Merah Putih. Salah satu fokus utamanya adalah menyatukan arah kebijakan tiga regulasi kunci, yaitu Peraturan Menteri Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025. Harmonisasi ini ditujukan untuk memperjelas mekanisme pendanaan koperasi, memastikan keterlibatan otoritas lokal dalam persetujuan pembiayaan, serta menjaga keselarasan kebijakan antar-kementerian.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menekankan bahwa sinergi antar-regulasi menjadi kunci agar pembiayaan koperasi tidak terhambat oleh tumpang tindih aturan. Permendes diperlukan sebagai dasar persetujuan kepala desa terhadap proposal pembiayaan, sedangkan Permendagri mengatur dukungan administratif dari bupati atau wali kota. Kedua regulasi ini harus berpijak pada PMK 49/2025 yang mengatur mekanisme teknis pendanaan, sehingga seluruh proses dapat berjalan dengan efisien dan sesuai prosedur.
Namun, efektivitas regulasi tidak hanya bergantung pada keharmonisan antar-aturan, tetapi juga pada integritas pelaksanaannya. Dalam konteks ini, kehadiran aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian menjadi penanda penting bahwa pemerintah ingin menjamin bahwa program koperasi desa berjalan transparan dan bebas dari penyimpangan. Pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan Kopdes akan memperkuat kepercayaan publik serta memastikan bahwa manfaat program benar-benar dirasakan oleh masyarakat di akar rumput.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang bertujuan memperkuat legitimasi keterlibatan pemerintah daerah dalam mendukung Kopdes Merah Putih. Dalam rancangan tersebut, dijelaskan bahwa persetujuan dari bupati atau wali kota sebagai bagian dari proses pembiayaan koperasi harus merujuk pada Permendagri yang mengatur urusan pemerintahan dalam negeri. Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan atau kesalahan tafsir yang dapat menghambat proses di tingkat lokal.
Di sisi lain, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa pembiayaan Kopdes tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan bersumber dari plafon pinjaman bank-bank Himbara. Hal ini menegaskan bahwa negara tidak hanya memberikan kemudahan regulasi, tetapi juga membuka akses ke sumber pembiayaan produktif melalui skema perbankan. Namun, agar pembiayaan ini tepat sasaran, setiap proposal bisnis harus berdasarkan analisis potensi dan kebutuhan desa secara konkret dan realistis.
Implementasi program Kopdes Merah Putih juga melibatkan tiga pilar utama, yaitu koperasi sebagai pelaksana program ekonomi, Himbara sebagai penyedia pembiayaan, dan pemerintah daerah sebagai pendamping serta pengawas. Sinergi antara ketiga elemen ini akan menentukan keberhasilan pelaksanaan program secara teknis dan administratif. Koperasi harus dikelola secara profesional dan modern, dengan memperhatikan prinsip tata kelola yang baik (good governance), agar tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang secara berkelanjutan.
Penting dicatat bahwa tantangan koperasi saat ini bukan hanya keterbatasan akses modal, tetapi juga minimnya kapasitas manajerial dan kemampuan adaptasi terhadap dinamika pasar. Oleh karena itu, penguatan regulasi harus dibarengi dengan program peningkatan kapasitas sumber daya manusia koperasi, digitalisasi layanan, serta penyediaan sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi. Pemerintah daerah diharapkan berperan aktif tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai mentor dan penggerak agar koperasi desa benar-benar menjadi pilar ekonomi lokal yang tangguh.
Sinkronisasi regulasi juga harus dimaknai sebagai upaya untuk menghapus sekat birokrasi yang selama ini sering menjadi hambatan dalam implementasi program pembangunan desa. Dengan regulasi yang harmonis dan didukung komitmen politik yang kuat dari pemerintah pusat hingga daerah, program Kopdes Merah Putih akan memiliki daya dorong yang kuat untuk memperkuat ekonomi kerakyatan di tingkat desa.
Keberadaan Koperasi Desa Merah Putih sejatinya merupakan simbol transformasi dari sekadar lembaga ekonomi menjadi wahana pemberdayaan masyarakat yang bermartabat. Jika regulasi yang mendasari operasionalnya dibuat dengan tepat, diselaraskan secara sistemik, dan diterapkan secara konsisten, maka koperasi akan menjadi instrumen strategis dalam menciptakan keadilan ekonomi, mempersempit kesenjangan antarwilayah, serta memperkuat fondasi pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Dengan percepatan regulasi yang menyeluruh dan berbasis pada kesepahaman antarinstansi, pemerintah menunjukkan tekad untuk menjadikan koperasi desa sebagai motor penggerak ekonomi rakyat. Langkah ini tidak hanya menandai perbaikan sistemik dalam tata kelola koperasi, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat desa untuk bangkit secara mandiri, adil, dan sejahtera.
*Penulis Adalah Pengamat Ekonomi