Oleh: Feri Yoku
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kembali memicu kontroversi dengan seruan mereka untuk melakukan aksi mogok nasional sebagai bentuk peringatan terhadap Perjanjian New York 1962, yang mengalihkan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda kepada Indonesia. Namun, seruan ini justru memicu kecaman dari berbagai kalangan masyarakat Papua yang menilai bahwa tindakan KNPB tidak mencerminkan aspirasi mayoritas, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas dan ketertiban di Papua.
KNPB menyebut bulan Agustus sebagai bulan rasisme, dan menggunakan momentum ini untuk memprotes apa yang mereka sebut sebagai bentuk kolonialisme dan penindasan yang masih berlangsung di Papua. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat Papua. Banyak pihak justru merasa bahwa aksi ini hanya akan memperkeruh situasi dan menciptakan konflik yang tidak perlu, terutama dalam momentum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-79 yang jatuh pada 17 Agustus 2024.
Seruan KNPB ini jelas tidak disambut dengan baik oleh tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi di Papua. Mereka melihat bahwa aksi mogok nasional yang diinisiasi KNPB lebih bersifat provokatif dan destruktif daripada solutif. Sebagai contoh, Pendeta Yones Wenda, seorang tokoh agama terkemuka di Papua, mengimbau masyarakat untuk tidak mengikuti seruan KNPB dan sebaliknya merayakan HUT RI dengan penuh sukacita dan rasa nasionalisme. Menurutnya, kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari perjuangan para pahlawan, termasuk para pejuang dari Papua, dan sudah seharusnya masyarakat Papua menjaga dan menghormati kemerdekaan ini dengan cinta kepada tanah air.
Papua adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menjaga keutuhan dan kedamaian di Papua adalah tanggung jawab bersama, dan seruan KNPB untuk mogok nasional justru dinilai sebagai upaya untuk memecah belah bangsa. Yakobus Dumupa, seorang tokoh Katolik dan intelektual muda Papua, menegaskan bahwa Papua sudah merdeka dari penjajahan dan saat ini merupakan bagian dari NKRI. Ia mengajak masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam memajukan Papua, terutama dalam hal pendidikan dan pembangunan ekonomi.
Selain itu, pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat Papua juga menyadari pentingnya peran media dalam menjaga kedamaian di wilayah tersebut. Sebelumnya, Setyo Wahyudi, Asisten Sekda Papua Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, mengajak media massa di Papua untuk turut berkontribusi dalam merayakan HUT RI dengan memberitakan hal-hal yang positif dan menyejukkan, serta menghindari pemberitaan yang dapat memicu konflik. Media diharapkan menjadi instrumen yang mencerdaskan bangsa, bukan justru memperkeruh suasana dengan menyebarkan isu-isu provokatif.
Seruan mogok nasional oleh KNPB juga dianggap sebagai tindakan yang tidak menghargai kebutuhan dan hak-hak masyarakat Papua. Menghentikan aktivitas masyarakat demi kepentingan sekelompok kecil orang jelas melanggar hak asasi manusia. Apalagi, tindakan ini dilakukan di tengah upaya masyarakat dan pemerintah untuk memajukan Papua dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. KNPB seharusnya mencari solusi yang lebih konstruktif dan damai dalam menyuarakan aspirasi mereka, bukan dengan memaksakan kehendak melalui aksi-aksi yang hanya akan menambah penderitaan rakyat.
Masyarakat Papua, terutama yang tinggal di wilayah-wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB), telah menunjukkan dukungan mereka terhadap upaya pemerintah dan aparat keamanan dalam menjaga kedamaian dan stabilitas di Papua. Ali Kabiay, Sekjen Barisan Merah Putih RI sekaligus tokoh pemuda Papua, mengapresiasi kinerja TNI-Polri yang telah memberikan rasa aman kepada masyarakat di seluruh tanah Papua. Ia mengajak seluruh masyarakat Papua untuk mendukung penuh aparat keamanan dalam menegakkan hukum dan ketertiban di Papua, serta menolak ajakan demonstrasi yang hanya akan merusak kedamaian.
Dalam situasi seperti ini, dialog konstruktif dan inklusif menjadi sangat penting. Masyarakat Papua menginginkan solusi damai yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada, terutama melalui peningkatan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Dengan cara ini, Papua dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik dan harmonis, baik sebagai bagian dari Indonesia maupun dalam konteks global.
Masyarakat Papua memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kondusivitas keamanan. Masyarakat harus mampu bersikap bijaksana dan kritis dalam menerima informasi yang beredar, terutama yang disebarkan oleh kelompok-kelompok yang memiliki agenda terselubung. Edukasi dan kesadaran akan pentingnya persatuan dan keutuhan bangsa menjadi kunci utama dalam menghadapi provokasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ini. Masyarakat dapat berperan dengan cara melaporkan segala bentuk aktivitas yang mencurigakan atau berpotensi mengganggu keamanan, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak jelas sumbernya.
Pentingnya peran masyarakat dalam menjaga keamanan juga tercermin dari kemampuan mereka untuk menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman yang ada di Papua. Papua adalah rumah bagi berbagai suku, agama, dan budaya, yang semuanya hidup berdampingan dalam satu kesatuan. Provokator dan kelompok separatis sering kali berusaha memecah belah masyarakat dengan memainkan isu-isu identitas, seperti perbedaan suku atau agama, untuk menciptakan konflik horizontal.
Akhirnya, masyarakat Papua diharapkan dapat bersikap bijaksana dalam menyikapi seruan-seruan provokatif seperti yang dilontarkan oleh KNPB. Menjaga kedamaian dan ketertiban di Papua adalah prioritas utama, terutama dalam momentum peringatan HUT RI yang seharusnya dirayakan dengan penuh rasa syukur dan bangga sebagai bagian dari NKRI. Aksi mogok nasional yang diinisiasi oleh KNPB tidak hanya tidak mencerminkan aspirasi mayoritas masyarakat Papua, tetapi juga berpotensi merusak upaya bersama dalam mewujudkan Papua yang damai, maju, dan sejahtera.
*) Mahasiswa Universitas Papua (Unipa)